Konsisten Lindungi Fariz, LPSK akan Lapor Jaksa Agung
Sidang lanjutan kasus korupsi pasar Manggisan semakin menjadi perhatian banyak pihak, tak hanya Fariz dan Penasehat Hukumnya yang kecewa terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jember. LPSK juga ikut kecewa terhadap tuntutan JPU yang tidak mengindahkan amanat Undang Undang.
Pasca siang kemarin berlangsung pembacaan Pledoi oleh para terdakwa dalam lanjutan sidang Kasus Korupsi Pasar Manggisan di pengadilan Tipikor Sidoarjo, Xposfile berhasil menghubungi Wakil Ketua LPSK Susilaningtias melalui pesan singkat kemarin malam, Selasa 25 Agustus 2020.
“Ini LPSK sungguh menyesalkan. Bahwa surat tuntutan JPU tidak memuat surat LPSK terkait rekomendasi kami (LPSK) agar sdr. Fariz dijadikan sebagai Justice Colaborator (JC)” ujar Susi.
Susi juga menjelaskan “Padahal itu sudah perintah UU No. 31 tahun 2014 di pasal 10 A” jelasnya.
Berikutnya, tentang langkah yang akan dilakukan LPSK, Susi menjelaskan “LPSK akan berkirim surat ke Jaksa Agung terkait hal ini, dan akan menyampaikan bahwa surat LPSK tersebut tidak diindahkan oleh JPU Kejaksaan Negeri Jember” terangnya.
“Jika memang JPU berpandangan lain soal status JC bagi Fariz, semestinya dimasukkan juga didalam surat tuntutan tersebut. Karena apa yang sudah dilakukan oleh LPSK itu sudah sesuai prosedur yang diatur didalam UU No.31 tahun 2014” pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Penetapan tuntutan 7 tahun terhadap Faris yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Jember dalam kasus dugaan korupsi pasar Manggisan diakui Faisal A. Selaku Jaksa Penuntut Umum didasari atas prosedur yang diatur dalam Peraturan Perja nomer 1 tahun 2019.
” Masalah penuntutan adalah murni pada penuntut umum, karena itu kita telah melakukan penuntutan berdasarkan acuan, pedoman terbaru,”ujarnya.
Lebih lanjut menurut Faisal yang tidak berkenan wajahnya difoto oleh Xposfile.com, hal ini telah dilakukan dalam sidang dimana fakta persidangan telah di buka untuk umum sehingga masyarakat tahu.
Dalam kasus ini menurut Faisal, Fariz dan Dodik dianggap satu rangkaian dalam kasus pidananya, sehingga dalam menentukan tuntutannya keduanya sama yakni 7 tahun. ” JPU melihatnya pada kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan keduanya saling melengkapi,”imbuhnya.
Meskipun dalam realita dilapangan Fariz adalah anak buah Dodik. Dari hasil pengakuan dan fakta dipersidangan Fariz hanya mendapatkan uang sebesar 90 juta. Namun diakui Faisal status keduanya sama.
” Bukan pada statusnya, namun peranan Fariz tidak akan bisa terlaksana bila tidak ada Dodik, begitu pula sebaliknya, sehingga saling melengkapi,”tambahnya.
Untuk masalah status justice colabolator yang diminta Fariz, hingga kini belum diterima pihak kejari Jember.” Pihak penuntut umum hingga kini belum menerima permohonan dari Fariz baik dalam tahap penyidikan maupun penuntutan,” lanjut Faisal.
Baca juga :
- https://www.xposfile.com/aneh-jaksa-nyatakan-surat-permohonan-justice-colaborator-kasus-korupsi-pasar-manggisan-belum-dikirim-ke-kejari/
- https://www.xposfile.com/jeritan-fariz-si-justice-colaborator-dari-lapas-jember/
- https://www.xposfile.com/menuntut-kesungguhan-jaksa-penuntut-korupsi-pasar-manggisan/
Sebelumnya, dalam pendahuluan pledoinya, Penasehat Hukum Fariz dengan tegas menolak kesimpulan Jaksa yang terkesan dipaksakan.
“Tim Penasihat Hukum menyatakan sangat tidak sependapat dan menolak kesimpulan Sdr. Jaksa Penuntut Umum yang menyatakan, bahwa Terdakwa telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana terbaca dalam surat tuntutannya. Atas kesimpulan yang diambil oleh Sdr. Jaksa Penuntut Umum tersebut jelas terkesan sangat dipaksakan” ujar Zainal Abidin, SH.
Zainal melanjutkan, Bahwa perbedaan ini sangatlah wajar, mengingat sudut pandang antara Jaksa selaku Penuntut Umum jelas berbeda dengan sudut pandang Penasihat Hukum, hal ini sudah sesuai dengan teori TRAPMAN yang menyatakan pada pokoknya sebagai berikut :
“Jaksa dalam menanggapi suatu kasus bertolak dari sudut pandang subyektif menuju kesudut pandang obyektif, adapun Penasihat Hukum bertolak dari sudut pandang obyektif menuju ke persoalan subyektif, sedangkan Hakim bertolak dari sudut pandang obyektif menuju ke sudut pandang obyektif “ sambung Zainal tegas. (*)
Reporter : Kustiono Musri