Ada 3 hal besar dan mendasar yang menjadi catatan xposfile dalam setahun kepemimpinan Bupati Hendy yang gencar menggaungkan Jember Kueren. Pertama tentang Proyek Multiyears yang kontroversial, kedua tentang Kebijakan memPltkan semua pejabat & Pengundangan SOTK baru, serta yang ketiga tentang realisasi janji politik Pilkada 2020.
Sebelumnya, xposfile telah menyajikan tulisan pertama dengan judul Setahun Pemerintahan Hendy. Ternyata Durung Wayahe Keren.
Baca : https://www.xposfile.com/setahun-pemerintahan-hendy-ternyata-durung-wayahe-keren/
Berikut adalah tulisan bagian kedua tentang Kebijakan Bupati Hendy Siswanto memPltkan semua pejabat & Pengundangan SOTK baru.
Sebagai penerus estafet kepemimpinan pemerintahan sebelumnya, sejak dilantik oleh Gubernur Khofifah setahun yang lalu, Hendy seharusnya masih memiliki PR besar dalam penataan birokrasi sebagai tindak lanjut Pemeriksaan Khusus oleh Inspektorat Jenderal Kemendagri.
Seperti telah kita ketahui bersama, di akhir pemerintahan Bupati Faida, pemeriksaan tersebut akhirnya berbuah Surat Mendagri 700/12429/SJ tanggal 11 Nopember 2019 dan Surat Gubernur Jawa Timur Nomor : 131/25434/011.2 /2019 tanggal 10 Desember 2019, serta terbitnya surat-surat dari pemerintah pusat dan peristiwa-peristiwa politis yang melelahkan. Termasuk dijalankannya semua Hak konstitusi DPRD mulai Hak Interpelasi, Hak Angket dan Hak Menyatakan Pendapat.
Terhadap kedua surat tersebut, sebenarnya sudah ditindaklanjuti oleh Plt Bupati KH Muqiet Arief dan dilanjutkan oleh Plh Bupati Hadi Sulistyo, namun karena keterbatasan masa jabatan, keduanya tidak memungkinkan untuk bisa tuntas menjalankan perintah pemerintah pusat terhadap pelanggaran sistem merit oleh Bupati Faida. Terutama rekomendasi tentang keharusan menyusun perencanaan mutasi untuk melakukan penataan dan pengisian jabatan dengan memfungsikan Tim Penilai Kinerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.
Dengan kemenangan pasangan Haji Hendy dan Gus Firjaun, maka banyak pihak kemudian berharap Hendy akan mampu membenahi carut marut birokrasi yang ujung-ujungnya jelas merugikan rakyat Jember dan mengorbankan banyak pihak serta sangat melelahkan.
Namun apa lacur, harapan besar tersebut buyar, justru di minggu-minggu awal pemerintahan bupati baru. Belum genap sebulan pasca dilantik sebagai Bupati Jember pada 26 Februari 2021, Hendy tiba-tiba saja menerbitkan Peraturan Bupati tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan mengundangkan-nya dalam lembaran Daerah pada 8 Maret 2021. Berikutnya, bupati menerbitkan Surat Tugas Pelaksana Tugas (Plt) terhadap lebih dari 631 pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Jember pada 9 Maret 2021.
Seperti lazimnya di setiap perubahan rezim, issue jual beli jabatan pun ramai merebak. Meski tidak pernah muncul satupun bukti otentik, namun, terhadap fenomena itu akhirnya memunculkan oknum pensiunan ASN berinisial P yang dikenal sebagai tim sukses Hendy Siswanto ramai menjadi bahan gunjingan. Tidak hanya dikalangan ASN, namun bau busuknya juga merebak luas keluar sampai ke telinga aktivis dan politisi.
Ya, hanya hitungan hari setelah dilantik sebagai bupati, Hendy telah berani membuat kebijakan melakukan mutasi pejabatnya. Kuat dugaan bahwa kebijakan tersebut dilakukan tanpa melalui prosedur sesuai ketentuan peraturan perundangan serta tanpa Izin tertulis dari Mendagri. Apalagi sebagai bupati baru, undang-undang Pilkada telah jelas melarang bupati baru melakukan mutasi pejabat sebelum 6 bulan masa jabatannya.
Hampir semua pejabat Pemkab Jember kemudian ber-status pelaksana tugas (Plt), dan lebih parahnya lagi, tanpa izin Gubernur, Hendy berani mengubah status Sekretaris Daerah definitif yang sebelumnya dengan susah payah telah dikembalikan jabatannya oleh PLH Bupati Hadi Sulistyo ditengah kondisi politik birokrasi yang sangat panas.
Saking panasnya tensi politik saat itu, prosesi pengakuan pemerintah provinsi terhadap keberadaan Mirfano selaku Sekda definitif sesuai surat Gubernur, tidak cukup hanya dilakukan oleh PLH Bupati Hadi Sulistyo. Dengan backup penuh dari Pemerintah Provinsi, prosesi tersebut terpaksa harus melibatkan dan menghadirkan sosok Helmy Perdana Putera, Kepala Inspektorat Provinsi yang penuh wibawa beserta puluhan pejabat Provinsi dalam apel besar ASN di aula Pemkab Jember.
Seolah tidak menghargai upaya-upaya perbaikan carut marut birokrasi yang telah dilakukan oleh Plt Bupati KH Muqiet Arief dan Plh Bupati Hadi Sulistyo sebelumnya, Hendy tiba-tiba saja menunjuk Mirfano selaku Sekda definitif menjadi hanya sebagai Penjabat (Pj) Sekda.
Dengan dalih banyak pejabat yang menghambat proses penyusunan APBD 2021, tak hanya 631 pejabat yang di Plt kan, bahkan posisi Sekretaris Dewan pun rencananya akan dimutasi tanpa ada persetujuan DPRD sebelumnya sesuai mekanisme yang diatur oleh peraturan dan perundangan.
Sebuah kebijakan salah dan sembrono yang mirip dengan yang pernah dilakukan oleh Bupati Faida di awal pemerintahannya saat itu yang kemudian di Interpelasi oleh DPRD eranya Ayyub Junaedi.
Beruntung, saat itu tiga pimpinan DPRD, Itqon Syauqi, Dedy Dwi, dan Ahmad Halim serta dua orang Ketua Komisi, David Handoko Seto dan Siswono, memprotes keras kebijakan tersebut, sehingga Hendy membatalkan rencana mutasi terhadap penjabat Sekretaris Dewan. Dan untungnya lagi, peristiwa tersebut sama sekali tidak terpantau oleh kawan-kawan pers, sehingga tidak pernah ada pemberitaan tentang terjadinya peristiwa tersebut.
Entah karena tidak adanya protes terbuka dari elemen masyarakat serta tidak adanya respon dari anggota dewan, atau memang bupati merasa kebijakannya sudah sesuai peraturan, berikutnya bupati kembali memperpanjang masa tugas Pejabat Pelaksana Tugas (Plt) tersebut untuk yang ke 2 kalinya pada tanggal 9 Juni 2021. Dan pada tanggal 9 September 2021 Bupati kembali memperpanjang masa tugas pejabat pelaksana tugas (Plt) untuk ke 3 kalinya.
Faktanya, tidak semua jabatan yang diisi pejabat pelaksana tugas (Plt) merupakan jabatan kosong (lowong). Sebagian besar merupakan jabatan yang masih terdapat pejabat definitifnya. Ada 3 varian penugasan selaku pejabat pelaksana tugas (Plt) yaitu sebagai Plt pada jabatan definitifnya sendiri, sebagai Plt pada jabatan lowong dan sebagai Plt pada jabatan yang masih ada pejabat definitifnya.
Dan pejabat yang diberikan tugas sebagai pelaksana tugas tidak lagi menduduki jabatan definitifnya, baik karena diisi oleh pejabat pelaksana tugas lain maupun karena telah diisi oleh pribadi pejabat yang bersangkutan dengan status Plt, bukan pejabat definitif.
Selama menjalankan tugas sebagai pejabat pelaksana tugas (Plt), mereka tidak menerima Tunjangan jabatan. Mereka hanya mendapat Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP) sesuai kelas jabatan pada jabatan yang diembannya sebagai Plt., bukan berdasar jabatan definitifnya.
Dan yang patut diduga rawan masuk ke ranah hukum, selama menjalankan tugas sebagai Plt Kepala OPD, mereka juga ditunjuk sebagai Pengguna Anggaran merangkap Pejabat Pembuat Komitmen.
Seperti pengalaman di era pemerintahan Faida, peliknya persoalan administratif kepegawaian ini pastinya akan menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak dan dipastikan akan merugikan semuanya. Lagi-lagi, rakyat Jember yang menerima getah pahitnya.
Ketika nantinya ada yang melaporkan dugaan pelanggaran ini kepada pemerintah pusat dan kemudian ditindaklanjuti seperti laporan dr.Olong yang akhirnya terbit Rekomendasi Mendagri seperti sebelum ini, pantaskah saat ini membranding kabupaten tercinta ini dengan sebutan Jember Kueren ?
والله أعلم بالصواب
Bersambung