Jember, Xposfile.com – Rapat paripurna DPRD Jember dengan agenda penyerahan Rekomendasi DPRD terhadap LKPJ Bupati Tahun anggaran 2022 telah dilaksanakan pada Minggu dini hari 16 April 2023 lalu.
Banyaknya materi yang menjadi kesimpulan DPRD (yakni 28 item kesimpulan yang dibacakan oleh 7 orang anggota DPRD secara bergantian) dan keterbatasan untuk menyampaikannya secara utuh dan menyeluruh, menjadikan banyak pihak tidak memungkinkan untuk bisa menangkap secara utuh tentang kesimpulan DPRD, untuk itu Xposfile sengaja menyajikan secara utuh kepada pembaca dalam beberapa tulisan panjang.
LKPJ merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah keduakalinya dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 yang pada Pasal 69 ayat (1). Selanjutnya pengaturan operasional ditetapkan berdasar Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2019 tentang Laporan dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagai pengganti dari Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Masyarakat. Ketentuan PP 13 Tahun 2019 Pasal 20, yaitu :
- Ayat (1) Paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah LKPJ diterima, Dewan Perwakilan Ralryat Daerah harus melakukan pembahasan LKPJ dengan memperhatikan:
- capaian kinerja program dan kegiatan; dan
- pelaksanaan Peraturan Daerah dan/atau Peraturan Kepala Daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah.
- (2) Berdasarkan hasil pembahasan LKPJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan Perwakilan Ralryat Daerah memberikan rekomendasi sebagai bahan dalam:
- penyusunan perencanaan pada tahun berjalan dan tahun berikutnya;
- penyusunan anggaran pada tahun berjalan dan tahun berikutnya; dan
- penyusunan Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah, dan/atau kebijakan strategis Kepala Daerah
Memperhatikan ketentuan tersebut di atas setelah mencermati LKPJ Bupati Jember TA 2022 maka didapati fenomena yang menarik dalam rekomendasi DPRD terhadap LKPJ tersebut :
- Patut diacungi jempol bahwa kali ini DPRD memiliki tekad cukup serius mencermati materi LKPJ Bupati, sesuatu yang menarik karena saat ini memasuki era persiapan tahun politik, dengan mendalami dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah guna menghasilkan rekomendasi perbaikan.
- Tekad DPRD mencermati materi LKPJ Bupati diwujudkan dengan menyusun rekomendasi analitik berbasis data sekunder dari LKPJ Bupati, data dan informasi hasil RDP dan serap aspirasi, serta juga dianalisis melalui pendekatan peraturan perundang-undangan, untuk menilai dan mengevaluasi apakah kinerja pemerintah daerah sesuai dengan amanah peraturan perundangan dan apakah LKPJ disusun sesuai substansi dan struktur yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2019 tentang Laporan dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah..
- Dan hasilnya ???
- DPRD berhasil menguak “upaya” Pemerintah Kabupaten Jember menyembunyikan hasil capaian kinerjanya. dimana berdasarkan analisa DPRD pada Dokumen LKPJ 2022 tidak disampaikan ketercapaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan yang dapat diukur dalam parameter keberhasilan pembangunan sebagaimana 9 indikator kinerja utama Kabupaten Jember yang disepakati dalam Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor 3 Tahun 2022 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Jember Tahun 2022-2026 atau dengan kata lain indikator laporan keterangan pertanggung jawaban tidak jelas dan sulit dimengerti. Ketiadaan penyampaian pencapaian kinerja tersebut menjadikan substansi laporan tidak memberikan gambaran secara utuh bagaimana substansi pencapaian indikator kinerja utama dan keterkaitannya pencapaian Indikator kinerja sasaran yang dijelaskan melalui pencapaian misi dan tujuan serta program yang dilakukan oleh masing OPD.
- DPRD dengan cermat berhasil menguak fakta bahwa Bupati selain berupaya menyembunyikan kinerjanya ternyata tetap ingin menampilkan kinerja yang dianggap bisa mencitrakan telah “berhasil”. Namun dengan tajam DPRD menyuguhkan fakta-fakta bahwa kinerja tersebut ternyata banyak kekurangan yang amat signifikan, yaitu dari 6 capaian indikator kinerja yang ditampilkan 2 diantaranya dibawah target yaitu 1)pertumbuhan ekonomi dan 2) Indeks Pembangunan Manusia. sedangkan 5 indikator walaupun terjadi kenaikan namun masih berada di posisi rentan, yaitu 1) Tingkat pengangguran 2) Angka kemiskinan 3) Indeks Reformasi Birokrasi 4) Indeks Resiko Bencana. Artinya capaian indikator kinerja yang coba dibanggakan pun ternyata faktanya tidak membanggakan.
- Diantara yang disembunyikan adalah parameter Indeks Kualitas layanan Infrastruktur, dimana melalui kebijakan multiyear yang menyedot anggaran super jumbo ternyata hasilnya tidak sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan sehingga DPRD membandingkan dengan kinerja anak SD dan secara tegas meminta agar Bupati kembali mematuhi kesepakatan politik BUPATI DAN DPRD yaitu Perda RPJMD serta menilainya bahwa capaian pada indikator ini TIDAK TERUKUR DAN TIDAK BISA DIPERTANGGUNGJAWABKAN sebagaimana kutipan penilain berikut : “……..yang lebih penting adalah perlu untuk menjadi koreksi kembali sekaligus perbaikan kedepan agar program lebih dijalankan secara terukur dan bisa dipertanggungjawabkan ….” (rekomendasi halaman 14)
- DPRD secara detail, cermat, terukur dan factual mampu menyajikan fakta, data dan informasi teknis seputar penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah yang dilaksanakan oleh Pemda meliputi 22 urusan pada tahun 2022 dan memberikan penilain sesuai dengan sajian data dan informasi yang valid, aktual, terukur dan memadai sehingga layak dipercaya dengan penilaian yang menempatkan kinerja pada angka merah karena rata-ratanya disebut jeblok, sebagaimana kutipan rekomendasi dengan penulisan huruf tebal berikut : “kami menilai bahwa capaian tersebut masih menggambarkan bahwa pemerintah kabupaten Jember melalui kepemimpinan Bupati hanya mampu melakukan peningkatan komitmen dan manajemen kinerja pada 1/3 unit kerja ….”
- DPRD menilai bahwa hasil pelaksanaan tugas pembantuan dan penugasan belum optimal, sebagaimana kutipan berikut : “Jika melihat dari capaian serapan tersebut maka dapat dikatakan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Jember belum optimal dalam merealisasikan perencanaan program dan pengalokasian anggaran dari Pemerintah Pusat”
- Lagi-lagi DPRD kali sangat kueren, sehingga dari penilaian atas kinerja Bupati selama Tahun anggaran 2022 berhasil menyajikan 28 kesimpulan yang berbobot dan mampu menampilkan secara utuh, menyeluruh, factual dan terukur seluruh potret kinerja Bupati dan memberikan penilaian secara objektif dan dapat dipertanggungjawabkan
- Yang juga layak diacungi jempol adalah ketika DPRD merumuskan Rekomendasi yang akurat, efektif dan operasional atas kesimpulan terhadap penilaian kinerja Bupati.
Dari ulasan tersebut yang mencengangkan adalah tugas pengawasan kali ini dijalankan DPRD secara cermat, akurat dan sangat memadai sehingga mampu menyajikan penilaian atas semua kinerja Bupati dalam kurun waktu TA 2022, walaupun ada indikasi upaya Bupati menyembunyikan kinerjanya.
Kali ini yang dinilai Bupati tetapi yang layak diberi apresiasi dan mendapat penghargaan adalah DPRD, sedangkan Bupati dengan segala hormat wajib introspeksi atas RAPORT MERAH nya.
Berikut adalah teks asli dan lengkap dari 28 item Kesimpulan hasil analisa DPRD terhadap LKPJ Bupati TA 2022.
Kesimpulan
Berdasarkan penilaian DPRD Kabupaten Jember baik secara makro maupun mikro dalam penyelenggaraan program berdasarkan urusan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
- Peningkatan Pertumbuhan ekonomi tahun 2022 tidak memiliki kesesuaian dengan struktur ekonomi kabupaten Jember, dan peningkatan ini menurut kami bukan merupakan prestasi melalui daya dukung keberhasilan program pemerintah daerah karena dalam LKPJ tidak dijelaskan apa variable dan intervensi program yang mendukung peningkatan perrsentase pertumbuhan ekonomi tersebut.
- Persentase Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jember meskipun mengalami peningkatan, namun peningkatan ini masih dibawah target Proyeksi RPJMD karea tidak optimalnya perangkat daerah melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
- Penurunan Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka Kabupaten Jember tidak sebanding dengan besarnya pertumbuhan ekonomi atau lebih besar dari pertumbuhan ekonomi. Pencapaian angka ini masih rentan jika pemerintah daerah belum melakukan upaya maksimal program terobosan dan program inovasi
- Meskipun terjadi penurunan persentase kemiskinan, namun Secara absolut jumlah penduduk miskin di kabupaten Jember masih cukup tinggi yakni sebanyak 232.730 jiwa. Penurunan angka ini tidak lebih karena aktifitas perekonomian masyarakat sudah mulai bergerak pasca pandemi COVID-19 belum berkorelasi dengan program pemerintah daerah berdasarkan efektifitas dan ketepatan sasarannya karena persentase penurunan angka kemiskinan masih tidak sebanding dengan dengan persentase peningkatan angka IPM di Kabupaten Jember.
- Peningkatan Nilai Indeks Reformasi Birokrasi (IRB) jika diperbandingkan Hasil Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) dengan predikat B menggambarkan bahwa pemerintah kabupaten Jember melalui kepemimpinan Bupati Hendy Siswanto hanya mampu melakukan peningkatan komitmen dan manajemen kinerja pada 1/3 unit kerja terutama di level utama yaitu kepala dinas, dan hasil penilaian tersebut masih menggambarkan bahwa optimalisasi kinerja pada level eselon dibawahnya kepala dinas yaitu kepala bidang maupun kordinator bagian yang menjadi garda kedepan dalam inovasi perencanaan dan pelaksanaan program secara kinerja belum maksimal.
- Penurunan Nilai Indeks Resiko Bencana masih menempatkan indeks Kabupaten Jember menempati skore tertinggi no 4 di provinsi Jawa Timur. Jika dilihat resiko berdasarkan tiap ancaman bencana Jember termasuk dalam kelas resiko tinggi yaitu pada ancaman Banjir, Gempa Bumi, Tsunami, Gunung api, Kebakaran hutan, gelombang ekstrim dan abrasi serta ancaman kekeringan. Hal ini membutuhkan penanganan ekstra dengan sarana prasarana yang memadai serta pengalokasian anggaran tidak terduga yang mencukupi sehingga bisa meng-cover setiap kejadian bencana secara layak.
- Program Pembangunan Insfrastruktur system multiyears pada Tahun Anggaran 2021 – 2022 yang menghabiskan anggaran lebih dari 600 Milyar, hal ini sulit diukur kinerjanya dengan indicator sebagaimana yang disepakati dalam RPJMD yaitu melalui Indeks Kualitas Layanan Insfrastruktur melalui pengukuran secara komprehensif dari 6 unsur penilaian yaitu 1) Ketersediaan Fisik, 2) Kualitas Fisik, 3) Kesesuaian , 4) Efektifitas Pemanfaatan , 5 )Penyerapan Tenaga Kerja, serta 6) Kontribusi pada Perekonomian. Dengan mengukur pada 6 unsur ini maka akan didapatkan gambaran komprehensif kemanfaatan besarnya anggaran infrastruktur yang kami alokasikan untuk investasi terutama bagi peningkatan ekonomi daerah dan penyerapan tenaga kerja dan bukan hanya kepentingan pragmatis proyek semata.
- Kinerja urusan pendidikan meskipun ada peningkatan HLS dan RLS, namun pencapaian ini merupakan peningkatan HLS terendah selama 10 tahun terakhir sama dengan tahun sebelumnya. Peningkatan yang rendah ini tentu merupakan indikator kelemahan pemerintah dalam hal pengembangan sumber daya manusia kabupaten Jember.
- Kinerja urusan Kesehatan Angka Harapan Hidup (AHH) masuk dalam peringkat ke 33 dari 38 Kabupaten/ Kota, artinya angka harapan hidupnya kabupaten Jember masih dalam kelompok paling rendah. Sementara angka prevalensi balita stunting pada tahun 2022 naik dan ini angka tertinggi peringkat 1 Jawa Timur. Sementara Persentase cakupan kepersertaan jaminan kesehatan masih rendah dan menempatkan Kabupaten Jember peringkat paling Buncit yaitu peringkat 39 dari 39 Kabupaten/kota di Jawa Timur. Hal ini adalah tamparan bagi Kabupaten Jember sebagai salah satu dampak pos jabatan utama di dinas kesehatan masih belum definitif.
- Kinerja urusan Pekerjaan Umum dan Tata Ruang tidak diukur dengan ketercapaian target sebagaimana RPJMD yaitu melalui Indeks Kualitas Layanan Infrastruktur (IKLI) yang diukur melalui 6 unsur yaitu : 1) Ketersediaan Fisik, 2) Kualitas Fisik, 3) Kesesuaian, 4) Efektifitas Pemanfaatan, 5) Penyerapan Tenaga Kerja, 6) Kontribusi pada Perekonomian. Sebagai gambaran saat ini banyak keluhan yang masuk kepada kami bahwa kualitas infrastruktur yang dibangun ini buruk. Banyak fakta di temukan bahwa belum satu tahun pembangunan tersebut sudah rusak dan juga banyak yang menyangsikan, apa dampak perkembangan ekonomi dari pembangunan jalan yang menelan anggaran besar ini. Belum lagi proyek PJU yang seperti siluman mulai dari proses pengadaan barang dan jasanya, pelaksanaannya hingga pasca pelaksanaan yang senyap sererti di kondisikan oleh saudara bupati. Untuk itu sudah semestinya aparat penegak hukum untuk bergerak memulai lidik dugaan dugaan terjadinya penyimpgangan.
- Dalam kinerja penataan ruang yang diukur dengan kinerja Tim Kordinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD) yang diketua oleh Sekreataris Daerah adalah klaim yang jauh dari fakta lapangan. Ada tiga indikasi yang dapat dijadikan tolak ukur ; 1) masih adanya konflik ijin tambak dan ijin pengelolaan gunung sadeng mengindikasikan bahwa TKPRD tidak jalan dan dimandulkan karena sesuai ketentuan mestinya TKPRD kabupaten Jember memiliki kewenangan dalam kebijakan peruntukan ruang melalui penghentian atau melanjutkan ijin, 2) salah satu tugas dari TKPRD adalah membuat neraca tata ruang daerah dengan mengiventarisir pelanggaran tata ruang dilapangan untuk dilakukan pencatatan sebagai bahan masukan kebijakan dalam revisi perda tentang tata ruang serta peraturan tindak lanjut perda melalui RDTRK. 3) Berlarut larutnya ketidakjelasan dan konflik subsatansi materi Revisi Perda RTRW. Dalam hal ini DPRD melihat bahwa bupati tidak serius melaksanakan penataan ruang yang baik untuk kabupaten Jember. Kebijakan yang di lahirkan tidak bisa di laksanakan sepenuhnya oleh tim karena memiliki banyak keterbatasan, contohnya SK Tim penertiban tambak yang seharusnya di rubah menjadi SK Tim penataan ruang dan penertiban sepadan pantai. Hal hal seperti ini sudah kami berikan masukan baik secara formal maupun nonformal, tapi bagi peribahasa biarlah anjing menggonggong kafilah tetap berlalu.
- Kinerja Urusan perumahan rakyat dan pemukiman melalui program Rumah tidak layak Huni (RTLH) faktanya masih menyisakan persoalan dengan rendahnya sanitasi yang diukur dari capaian ODF Jember tercatat paling rendah dari kabupaten/kota se-Jatim dan tercatat, dari jumlah 733.625 KK (kartu keluarga) di Jember, jumlah ODF atau yang belum memiliki jamban mencapai 132.567 KK. Sementara yang sudah memiliki jamban sendiri mencapai 601.058 KK.
- Kinerja pengelolaan urusan ketentraman dan ketertiban yang perlu mendapatkan perhatian kedepan lemahnya pemerintah daerah dalam menertibkan dan menata PKL melalui konsep penataan yang sekiranya mampu mengembalikan hak pejalan kaki terutama di kawasan kawasan kepadatan pejalan kaki dan PKL. Sudah 2 (dua) tahun pemerintahan ini berjalan, namun dalam hal ini bupati sama sekali tidak terfikir bagaimana Jember bisa meraih Adipura kembali. OPD terkait juga tidak memiliki inisiatif soal estetika kota, mulai dari BAPEDA, BAPENDA, DISPERINDAG, DINAS KOPERASI, SATPOL PP, PU Cipta Karya dan lainnya dengan tidak pedulinya bagaimana keindahan kota bisa di nikmati oleh seluruh rakyat Jember.
- Kinerja urusan sosial pemerintah daerah masih belum mampu menyelesaikan dengan tepat adalah perbaikan basis data dan seringkali di dapati masih salah sasaran serta pola penanganan kemiskinan yang terintegratif melibatkan peran multipihak dan lintas OPD. Sampai saat ini belum ada SK Bupati yang menjelaskan data kemiskinan by name by addres dan yang disertakan analisa data kemiskinan sebagai rujukan intervensi program OPD. Selain itu urusan social yang perlu jadi perhatian adalah implementasi PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK-HAK PENYANDANG DISABILITAS yan terkait persoalan data disabilitas serta ketidak tepatan program yang masih mengacu pada paradigma UU No 4 tahun1997 yang melihat persoalan penyandang disabilitas dari kacamata penyandang cacat dimana program yang dilaksanakan didominasi bantuan peralatan difabel bukan program yang mengarah pada semangat pemberdayaan, semangat membuka akses yang sama bagi difabel dalam ruang publik maupun kebijakan sebagaimana UU terbaru.
- Kinerja Urusan Ketenagakerjaan meskipun terjadi penurunan persentase Tingkat Pengangguran Terbuka namun jika dilihat kenaikan angkatan kerja yang tidak sebanding dengan besarnya pertumbuhan ekonomi atau lebih besar dari pertumbuhan ekonomi, maka capaian kinerja masih menjadi titik rawan jika memiliki terobosan program inovatif terutama dalam fasilitasi dan mendorong berkembangnya industri kreatif sebagai alternatif peluang membuka lapangan kerja baru atau dengan mengoptimalkan peran Balai Latihan Kerja (BLK) dalam peningkatan Kompetensi atau ketrampilan tenaga kerja sehingga mereka memiliki sertifikat untuk bisa diterima di dunia kerja. Persoalan lain yang perlu mendapat perhatian masih tingginya pelanggaran atas UMK terutama pada Perumda Kahyangan yang dalam kurun waktu 6 tahun tidak memberikan upah sesuai UMK kepada pekerja serta masalah respon disnaker dalam penyelesain hubungan industrial
- Kinerja pengelolaan urusan pemberdayaan perempuan dan anak masih tingginya angka keresana terhadap perempuan dan anak dan menempati posisi pertama dengan jumlah 201 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jawa Timur. Tak sampai di situ, kasus pernikahan dini di Jember juga tertinggi kedua se-Jawa Timur, dengan jumlah pengajuan dispensasi sebanyak 1.357 permohonan. Serta tingginya angka perceraian di Jember juga tertinggi kedua di Jawa Timur dengan jumlah 6.333 kasus perceraian. Meskipun ada peningkatan capaian namun perhatian pemerintah daerah dalam pembangunan Gender jauh dari kabupaten lainnya karena secara peringkat kabupaten Jember pada peringkat paling rendah yaitu peringkat 37 dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur.
- Kinerja urusan Pemberdayaan Masyarakat Desa meskipun terjadi peningkatan Indeks Desa Membangun (IDM) namun tidak diiringi dengan laporam peningkatan BUMDES menuju BUMDES maju dan mandiri. Serta lemahnya mendorong peran desa berkontribusi dalam penurunan angka stunting dan kemiskinan ekstrim di desa. Berdasarkan hasil penilain Tim Provinsi Jawa Timur bahwa salah satu kelemahan kinerja kabupaten Jember dalam 8 aksi konvergensi penangann stunting adalah pada keterlibatan pemerintah desa melalui Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di Tingkat desa. Hal sama juga dalam penurunan kemiskinan ekstrim pola kordinasi dan kolaborasi antara pemerintah desa dengan OPD terkait masih belum maksimal untuk dijalankan.
- Kinerja Urusan Perhubungan upaya pemerintah daerah optimalisasi prasarana perhubungan kurang maksimal utamanya Bandara terkesan hanya kepentingan populis dan politis semata dan tidak terencana dengan baik, apalagi dengan tidak adanya kejelasan kasus penghentian operasional pesawat Cesna yang menelan angka 1 Milyar dan menimbulkan polemik apakah ini menggunakan dana deviden daerah ataukan benar benar dana promosi Bank Jatim yang mestinya teralokasikan dalam APBD atau pihak lain termasuk bagaimana pemfungsian bandara yang menjadi asat daerah dalam kerjasama operasional tersebut. Persoalan lain yang perlu mendapat penilaian adalah persoalan rekayasa lalu lintas dan juga pengawasan ODOL dan juga sistem transportasi. Pemerintah Daerah Kabupaten Jember melalui Dinas Perhubungan (Dishub) segera mencari solusi untuk mengurangi kepadatan arus lalu lintas di beberapa titik tertentu rawan menimbulkan kemacetan. Dari fakta tersebut kami berkesimpulan bahwa hasil open bidding lalu melahirkan pimpinan OPD yang tidak cakap dan kurang mampu menterjemahkan program kerja bupati. Khusus terkait operasional pesawat Cesna yang hanya sebagai ajang pamer yang pada akhirnya menyisakan persoalan karena DPRD tidak pernah di libatkan pembicaraan awal, alhasil saat ini pihak pelaksana kegiatan kabur entah kemana.
- Kinerja urusan Komunikasi dan Informasi kinerja yang disampaikan melalui Indeks Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) masih dibawah target kinerja dimana pada tahun 2022 ditargetkan skore indeks SPBE 2,2 . Persoalan lain yang perlu mendapat perhatian adalah masalah keterbukaan publik sesuai amanat UU No. 14 Tahun 2008 telah dilaksanakan Launching website PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) namun masih banyak instansi mulai dari tingkat desa hingga OPD di Jember belum melaporkan 8 dokumen wajib dalam sistem informasi mereka masing-masing. Salah satunya, tidak adanya rencana strategis tahunan, dokumen pelaksanaan anggaran, kemudian Rencana Kerja dan Anggaran (RKA). Program Jember Satu Data dan Jember Media Center yang pernah dijanjikan Bupati Jember, Hendy Siswanto, juga belum terwujud sepenuhnya. Hal ini bisa dilihat dari situs yang dikelola Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) juga belum optimal memberikan informasi harian yang up to date. Dan Sampai saat ini jember juga belum memiliki memiliki Komisi Informasi Daerah (KID) untuk memastikan dan mengawal keterbukaan informasi di daerah.
- Capaian Kinerja Urusan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM masih mendapatkan keluhan dalam Pelaksanaan Program UMKM Pelatihan yang selama ini dilakukan belum membawa dampak terhadap peningkatan UMKM baik secara kuantitas maupun kualitas diantaranya dan muncul persepsi pelaku UMKM bahwa mereka dijadikan boneka, hanya menghabiskan anggaran dan menggugurkan kewajiban karena tidak ada konsep pendampingan yang tepat dan berdampak. Padahal di tahun 2022 program pemberdayaan peningkatan ekonomi berbasis UMKM adalah program prioritas nomor 1 dari 7 program prioritas. Tapi faktanya UMKM belum naik kelas, yang justru meraup hasil adalah PKL yang notabene tidak terkoneksi dengan Pemkab dan akan sulit mendeteksi mereka. Contoh kongkrit adalah kegiatan yang hari ini di gelar di alon alon Jember, adanya pasar malam yang di laksanakan oleh EO targetnya adalah peningkatan kelas UMKM, bukan berarti kita anti PKL. Alon alon menjadi kumuh dan menjadi tempat yang tidak nyaman. Kegiatan seperti itu seharusnya di laksanakan di kecamatan pinggiran, sehingga dari segi estetika lebih berpihak kepada wajah ibu kota sebuah kabupaten.
- Capaian kinerja pengelolaan urusan penanaman modal apa yang sudah dicapai ini sudah cukup baik namun tidak cukup jika tidak diimbangi dengan peran pemerintah daerah dalam mengembangkan model promosi potensi daerah yang lebih inovatif dengan meninggalkan pola modal promosi yang masih konservatif. Promosi dan kerjasama investasi ini juga tidak di dukung program yang mampu mendorong dan mempertemukan calon investor, sekaligus mengoptimalkan keberadaan Forum CSR bagi investor yang sudah berinvestasi di Jember. Selain promosi juga perlu dilakukan pembenahan dalam pelayanan perijinan salah satunya perijinan yang terintegrasi melalui Mal Pelayanan Publik di Kabupaten Jember yang penting untuk segera diakselerasi.
- Capaian kinerja pengelolaan urusan kepemudaan dan olah raga terdapat peningkatan Capaian prestasi olah raga namun tidak diimbangi dengan manajemen pembinaan prestasi olah raga yang selama ini masih banyak dikeluhkan oleh atlit terutama hubungannya dengan induk olah raga. Selain itu juga persoalan pengelolaan JSG ini ditangani oleh Dinas Pemuda dan Olahraga Kab. Jember belum maksimal. Sesak juga dada kita mendapatkan kabar bahwa sepak bola disabilitas (PERSAID) yang baru saja di laksanakan untuk membawa nama baik Jember justru meninggalkan tangisan air mata teman teman kita disabilitas karena Pemkab tidak bertanggung jawab pada pembiayaan dan sampai saat ini masih menyisakan hutang.
- Kinerja urusan urusan perikanan justru tidak disampaikan kinerja program yang digembar gemborkan Bupati mewujudkan 1.000 kampung ikan dengan membuatkan 5000 kolam ikan di masing-masing rumah penduduk, ternyata program ini gagal dlaksanakan, ada apa?. Hal ini menggambarkan buruknya kemampuan manajemen perencanaan dan eksekusi program dinas perikanan dan kelautan sehingga perlu secara serius dilakukan evaluasi kinerja dari pimpinan di dinas perikanan dan kelautan yang tidak mampu menterjemahkan program bupati, maka ke depan janji janji manis bupati kepada rakyatnya jangan hanya seperti angin surge dengan pimpinan OPD yang bisa bekerja sesuai tupoksinya.
- Kinerja pariwisata yang juga merupakan program prioritas bupati nomor 4 capainnya masih belum memuaskan dan tidak didukung kinerja maksimal dari pemerintah daerah terlebih OPD Dinas Pariwisata, karena minimnya dalam keterlibatan pemerintah terutama penganggaran yang minim dalam mengembangkan potensi destinasi unggulan yang memiliki nama besar seperti Watu Ulo, Rembangan, bahkan sekarang muncul Pantai Payangan atau Teluk Love. Serta masih belum maksimal dalam terobosan promosi wisata melalui Calender of Event Jember yang justru terkesan tidak focus dalam mempromosikan potensi wisata unggulan dan terkesan meluas bahkan dipersepsikan bukan agenda promosi wisata namun justru dipersepsikan sebagai Calender Of Event Bupati. Oleh karena itu perlu dibentuk Badan Promosi Pariwisata daerah yang diisi orang orang professional yang mampu mengangkat kembali Jember sebagai Kota Pariwisata yang masuk dalam peta wisata nasional bukan Kota bisnis. Dalam pelestarian seni budaya pengelolaan program yang sudah diluncurkan melalui J Klab (Jember Kreatif Lab) hanya gaung dalam ceremony event namun tidak jelas dalam keberlanjutan. Dibidang pemerintah daerah tidak memiliki komitmen jelas dalam pemajuan kebudayaan daerah hal ini diindikasikan sampai saat ini pemerintah daerah belum menyusun Penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD). Bahkan pelaksanaan kegiatan hari besar tahun 2022 dengan di gratiskan destinasi wisata yang di kelola pemkab Jember termasuk Papuma milik perhutani menyisakan banyak persoalan di antaranya sampah, keamanan, ketertiban, kenyamakan bahkan keselamatan yang sampai memakan korban jiwa dan tidak ada pihak yang bertanggung jawab langsung walaupun korban akhirnya juga dapat santunan dari pemkab Jember . Inilah sejumlah fakta bahwa dinas pariwisata dalam manajemen kinerja dan terobosan sangat lemah terutama dalam sinergi dan kordinasi juga tidak maksimal baik dilakukan dengan antar OPD para pegiat wisata dan kesenian terutama pada Dewan Kesenian Jember yang tidak difungsikan secara maksimal. Kami menilai sudah saatnya Bupati serius mengevaluasi kinerja dari pimpinan di dinas pariwisata dan kebudayaan.
- Kinerja urusan pertanian kami menilai terdapat anomali bahwa sektor Pertanian menjadi penyumbang paling besar terhadap total PDRB ternyata laju pertumbuhan sektor pertanian selalu mengalami penurunan dibanding sektor lainnya dan angka ini mengalami penurunan pertumbuhan. Pemerintah daerah juga sepertinya belum memiliki formula yang tepat dalam mendukung tumbuhnya sektor pertanian sebagai sektor dominan. Pemerintah daerah juga melalui dinas tanaman pangan juga masih belum memiliki formula program terhadap pemberdayaan petani terutama pada komoditas yang rentan penyumbang inflasi tinggi yaitu cabai rawit, bawang merah, dan telur ayam ras. Dampaknya meskipun Bupati telah menyampaikan keberhasilan mendapatkan penghargaan atas upaya menekan angka inflasi namun tidak berselang lama Badan Pusat Statistik (BPS) Jember kembali merilis perkembangan inflasi tahunan (year on year/yoy) di Jember naik cukup tinggi dan tercatat pada tahun 2022 cukup tinggi mencapai 7,39 persen. Bahkan melebihi inflasi Jatim yang sebesar 6,52 persen.
- Capaian kinerja urusan perdagangan tidak akan lepas dari peran peningkatan fungsi vital pasar sebagai urat nadi perdagangan. Kinerja dalam melakukan Standarisasi Pasar memenuhi standart SNI masih belum berjalan maksimal serta upaya untuk mengawal Perda Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2016 tentang Perlindungan Pasar Rakyat dan Penataan Pusat Perbelanjaan serta Toko Swalayan juga tidak maksimal
- Capaian Kinerja Bidang Industri dengan mendorong cluster industri Jember yang potensial dengan komoditas unggulan dalam bidang pertanian yang sangat menonjol adalah pertanian Tembakaudan Kopi hanya terkesan gaung di ceremonial namun tindak lanjut implementasinya tidak jelas
- Capaian Kinerja dalam administrasi pemerintahan yang digambarkan dalam nilai Indeks Reformasi Birokrasi (IRB) dan dibandingkan hasil Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) menggambarkan bahwa pemerintah kabupaten Jember melalui kepemimpinan Bupati hanya mampu melakukan peningkatan komitmen dan manajemen kinerja pada 1/3 unit kerja terutama di level utama yaitu kepala dinas, dan hasil penilaian tersebut masih menggambarkan bahwa optimalisasi kinerja pada level eselon dibawahnya kepala dinas yaitu kepala bidang maupun kordinator bagian yang menjadi garda kedepan dalam inovasi perencanaan dan pelaksanaan program secara kinerja belum maksimal padahal saat ini tunjangan kinerja pegawai sudah maksimal, tapi hasilnya masih berbanding terbalik dengan biaya yang di keluarkan oleh Pemkab Jember. Selain itu dengan Jebloknya hasil Penilaian Indeks Korupsi Jember maka perlu juga segera dilakukan pada celah potensi korupsi yaitu pada perbaikan tata kelola Pengelolaan Barang dan Jasa dan Manajemen asset Daerah melalui Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ) secara mandiri, lalu diikuti dengan perubahan susunan organisasi tata kelola (SOTK). Serta maksimalisasi pengelolaan keauangan dan asset daerah dengan peningkatan target hasil Audit BPK dari WDP menjadi WTP. Dan ini juga dibutuhkan keseriusan dan langkah akseleratif dari peran Aparat Pengwasan Internal Pemerintahan (APIP) (*)