BerandaOpiniSetahun Kepemimpinan Rezim Baru. “Ku Kira Kau Bupati”

Setahun Kepemimpinan Rezim Baru. “Ku Kira Kau Bupati”

Setahun Kepemimpinan Rezim Baru. “Ku Kira Kau Bupati”
Oleh Hairul Ulum

Tak terasa, satu tahun sudah pasangan Bupati dan Wakil Bupati, Ir H Hendy Siswanto, ST, IPU dan KH Muhammad Balya Firjaun Barlaman memimpin sebuah daerah yang memiliki kompleksitas persoalan yang pelik. Tidaklah mudah mengurai masalah Jember, daerah yang berpenduduk 2,3 juta lebih ini.

Haji Hendy-Gus Firjaun mewarisi daerah yang mengalami mis-manajemen dalam penataan birokrasi dan pengelolaan keuangan. Disamping, dalam duet birokrat-kiai telah melewati masa bulan madu dan tantangan internal dalam menjaga keharmonisan antar pasangan, partai pengusung, para pendukung, aparatur pemerintah, anggota dewan dan masyarakat akar rumput.

Seperti jargon Haji Hendy-Gus Firjaun sendiri, sinergi, kolaborasi dan akselerasi, issu keretakan hubungan bupati dan wakil bupati, serta kekecewaan beberapa relawan, menjadi batu uji untuk melakukan konsolidasi kembali. Bila tidak, apapun capaian yang telah ditoreh selama satu tahun, sejak Jumat, 22 Februari 2021, akan disalahartikan. Sebab, basis sosial kepemimpinannya tergerus oleh sinyalemen wanprestasi.

Sungguh sangat disayangkan, problematika konsolidasi internal di atas, sampai menyeruak ke permukaan publik. Ini kontraproduktif bagi ikhtiar peningkatan kepuasan publik terhadap rezim yang berkuasa. Apalagi, bupati yang punya jargon Kueren ini sudah berancang-ancang untuk running kembali pada Pilkada Serentak 2024 mendatang.

Haji Hendy-Gus Firjaun kurang piawai melakukan kapitalisasi dukungan. Alih-alih, para pendukungnya bertambah, malah tak sedikit pendukung yang kecewa dan menyatakan mufaraqoh dengan kepemimpinan yang diusung oleh koalisi Partai NasDem, Gerindra, PKS, PPP dan Hanura ini.

Problem terbesar dari kepemimpinan Haji Hendy-Gus Firjaun adalah kemampuan komunikasi publik sang Bupati dan Wakil Bupati yang buruk. Mereka terlalu disibukkan dengan urusan tehnis teknokratis dan agenda rutin. Sementara, pengusung dan pendukung kurang memperoleh informasi yang memadai. Tokoh yang diperjuangkan telah mengambil jarak psikologis.

Sementara, masyarakat Jember punya ekspektasi yang tinggi, dan mudah kecewa. Mereka mudah berpindah pada lain hati. Hasil pemilu pasca Reformasi telah mengkonfirmasi asumsi tersebut. Hanya PKB yang pernah menang 3 kali dalam pemilu. Yaitu pada pemilu 1999 dan 2004 dengan 17 kursi, serta Pemilu 2019 dengan 8 kursi. Setelah itu, Partai Demokrat pada Pemilu 2009 dengan 9 kursi, dan Partai Gerindra pada 2014 dengan 9 kursi pula.

Sementara, Pilbup pasca lengsernya Presiden Soeharto, hanya Bupati MZA Djalal yang menang 2 kali. Yaitu Pilkada 2005 dan 2010. Sedangkan, Bupati Samsul Hadi Siswoyo dan Faida hanya sekali menang saja. Ini bukti, massa pemilih Jember sangat cair dan anyar-anyaran.

Haji Hendy-Gus Firjaun mutlak harus memperbaiki style komunikasinya bila ingin mendapatkan amanah berikutnya. Bila pada tahun kedua tetap seperti sekarang, sudah pasti akan “dihukum” oleh rakyat. Pasti, akan mengalami nasib naas yang sama dengan Bupati Samsul dan Bupati  Faida.

Menjadi kepala daerah tak sama dengan menjadi direktur rumah sakit seperti Faida atau kepala organisasi perangkat daerah seperti Samsul, ia harus piawai mengelola harapan dan keterbatasan dengan baik. Banyak yang tak mampu memenuhi harapan lantaran keterbatasan. Haji Hendy-Gus Firjaun kurang cakap mengelola keterbatasan menjadi peluang membangun paradigma partisipatoris dalam penyelenggaraan pemerintahan. 

Sehingga dengan demikian, kondisi ini rada-rada seperti judul film yang lagi viral, “Ku Kira Kau Rumah” yang dibintangi oleh Prilly Latuconsina bersama lawan mainnya Jourdy Pranata. Semisal dengan “Ku Kira Kau Bupati’, eh ternyata hanya pimpro alias pimpinan proyek.

*Penulis adalah Pemerhati Sosial Politik Jember yang tinggal di lereng Gunung Gambir Sumberbaru