Dukungan terhadap ketegasan Plh Bupati Jember Hadi Sulistiyo untuk segera memulihkan tatanan birokrasi sesuai dengan penegasan isi surat Gubernur 15 Januari sekaligus menghilangkan dualisme birokrasi di Pemkab Jember semakin mengalir deras dari berbagai kalangan.
Jember – Penegasan bahwa surat Gubernur Jawa Timur tanggal 15 Januari 2021 sebagai acuan untuk mengakhiri kisruh dualisme jabatan Sekda, pejabat pejabat eselon II, III, dan IV di lingkungan Pemerintah Kabupaten Jember kembali terdengar disampaikan Hadi dalam acara ngopi bareng sejumlah warga di Pendopo Wahya Wibawa Graha Kamis malam 18/2/2021.
Baca : https://www.xposfile.com/pendopo-bupati-jember-tak-lagi-angker/
Surat tersebut dianggap Plh Bupati Jember Hadi secara otomatis telah membatalkan seluruh mutasi pejabat Jember yang telah dilakukan oleh Bupati Faida sebelumnya dalam rentang 3 bulan terakhir pasca Pilkada.
“Dengan sendirinya, semua (kebijakan mutasi) telah batal,” terangnya didepan sejumlah elemen yang menemuinya di pendopo malam itu.
Moh. Hasyim yang juga dikenal dengan nama akun facebook Hasim Bonar, seorang pensiunan pejabat Sekretaris Bakesbangpol & Linmas Kabupaten Jember yang juga kawan sekolah Plh Bupati sejak di SMP Rampipuji dan SMAN 1 Jember mengusulkan agar pada rencana pelaksanaan Rakor Plh bersama ASN Senin depan bisa lebih tegas dan jelas siapa pengundangnya dan siapa yang diundang.
“ Dipertemuan yang akan datang (senin depan) dalam rangka pembinaan menurut saya, (supaya) langsung tunjuk nama saja“ ujarnya.
Hasyim juga menginginkan keterbukaan dan ketegasan Plh Bupati dalam proses administrasi undangan acara rakor tersebut dengan memerintahkan kepada Sekda Mirfano untuk mengundang nama jelas pejabat yang diundang.
Hal ini dimaksudkan sebagai wujud ketegasan Plh Bupati dalam menjalankan tugas menormalisasi keberadaan birokrasi Jember sesuai surat Gubernur tanggal 15, sehingga tidak ada ruang lagi bagi oknum-oknum tertentu di birokrasi mempertanyakan kebenaran undangan yang tersebar dan mengakibatkan ketidakpastian serta membingungkan kalangan ASN.
Sebelumnya, di berbagai group-group WA yang tidak hanya beredar dikalangan Birokrasi, namun juga menyebar di berbagai group WA kalangan wartawan dan aktivis beberapa gambar tangkapan layar percakapan yang mempertanyakan kebenaran surat yang beredar.
Dari sapa rea tot
Dari siapa pak gatot
sy masih PLH sekda
sejak ksotk 2021
diundangkan tgl 8 januari
tidak ada jabatan definitif
Silahkan pihak yg tdk setuju thd perkada KSOTK 2021
melakukan 2 langkah
1. Melakukan gugatan ke PTUN sesuai UU30 2014 pasal 19
2. Menguji perbup tersebut lewat jalur MA
Sesuai putusan MK tahun 2005 dan 2006
Saya masih pengguna Anggaran dan masih Pengguna Barang
Di sekretariat daerah
Tangkapan layar percakapan di sebuah group WA bernama Pejabat KSOTK 2021 tersebut tertulis nama Bpk.Fauzy yang diduga adalah Plh Sekda Ahmad Imam Fauzy inilah yang ditunjukkan oleh Hasyim kepada Plh Bupti Jember malam itu.
Hadi kemudian menekankan, siapapun aparatur sipil negara (ASN) di Pemkab Jember meski pejabat sekalipun, agar sepatutnya berperilaku layaknya abdi negara yang taat terhadap peraturan dan perundang-undangan. Kewajiban ASN bersikap netral, dengan menghindari tindakan-tindakan yang menjurus pada politik praktis. “Kita semua ingin situasi kondusif,” tuturnya.
Pendapat Hasyim dikuatkan oleh pernyataan anggota Komisi B DPRD Jember, Politisi PAN Nyoman Aribowo, menurutnya yang dibutuhkan oleh semua kalangan di Jember terhadap dualisme yang terjadi adalah sinyal ketegasan Plh Bupati memfungsikan Sekda definitf (Mirfano).
“Kalau itu dilakukan (memerintah pak Mirfano untuk melakukan), maka dampaknya akan luar biasa. Dualisme yang merusak tatanan birokrasi di Jember selama ini saya pastikan akan selesai hari itu juga” ujarnya.
Dikesempatan yang lain, Hermanto Rohman, S.Sos., M.PA., Pakar Administrasi Negara yang juga dosen Universitas Negeri Jember berpendapat di status akun Facebooknya ;
“ Dalam jawaban surat gubernur intinya disampaikan adanya tindakan yang melampaui kewenangan serta keputusan dan tindakan yang tidak sah dilakukan oleh Bupati Jember” tulisnya.
Baca juga : https://www.xposfile.com/membaca-surat-gubernur-dan-kemungkinan-sanksi-kepada-bupati/
Surat tersebut secara ekplisit memberikan penilaian bahwa beberapa kebijakan bupati bermasalah dengan klausul berikut :
- Bupati tidak boleh melakukan penggantian jabatan jika tidak ada ijin Mendagri,
- Penunjuknya Plt Sekda Tanpa persetujuan gubernur cacat prosedur
- pemberhentian sekda tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,
- pembebasan sementara para pejabat eselon 2 dan 3 dan pengangkatan Plt cacat hukum.
Dihubungi melalui saluran telpon, Hermanto sependapat dengan langkah Plh Bupati Jember Hadi Sulistyo yang berpedoman pada Surat Gubernur tanggal 15 Januari 2021 tersebut.
“Adanya SK Bupati kepada Plh sekda itu dasarnya apa, kalau dasarnya penghentian Sekda definitif itu cacat hukum, maka proses pengangkatannya (Fauzy) itu juga cacat hukum” ujarnya kepada xposfile jum’at 19/2/2021
Hermanto menyimpulkan, apabila sebuah produk hukum dianggap cacat hukum, maka produk hukum itu bisa dianggap tidak ada.
“Kalau SK (pemberhentian sekda) itu dinilai cacat hukum (oleh gubernur), maka SK (pemberhentian Mirfano) itu bisa dianggap tidak ada” ujarnya.
Menurutnya justru menjadi aneh kalau Plh Bupati melakukan pencabutan SK Plh Sekda (Fauzy) seperti wacana yang dikembangkan para pihak, karena kalau itu dilakukan, maka langkah itu bisa diartikan Plh Bupati mengakui SK yang cacat hukum.
“Maka sudah benar Plh Bupati mengatakan tidak perlu mencabut SK Plh Sekda (Fauzy)” tegasnya.
Seperti diketahui, tidak berselang lama pasca Pilkada 9 Desember 2020, sempat terjadi mutasi PNS di berbagai pos jabatan. Yang dilakukan oleh Faida, Bupati Jember kala itu. Mutasi seketika menyulut serangan balik dari kalangan PNS dengan menggelar aksi penyampaian mosi tidak percaya. Saat apel rutin bersama Wakil Bupati KH Abdul Muqit Arief.
Faida tidak bisa berbuat banyak terhadap Muqit. Namun, politisi perempuan Jember itu mengambil langkah paling memungkinkan. Yakni membebastugaskan Mirfano dari jabatan Sekda berikut beberapa kepala dinas, kepala badan. Serta kepala bagian atas tuduhan memotori aksi mosi tidak percaya.
Faida memberitahukan perihal keputusannya kepada Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. Di lain pihak, para PNS Jember malah berbuat lebih dari itu. Taitu mengadukan Faida dengan dugaan penyalahgunaan wewenang ke Gubernur, Menteri Dalam Negeri. Badan Kepegawaian Negara, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta Komisi Aparatur Sipil Negara.
Pemprov Jatim berikut lintas kementerian tersebut sempat membentuk Tim Gabungan dan melakukan pemeriksaan terhadap Bupati Jember Faida. Itu digelar di Kantor Inspektorat Kemendagri yang berada di Jakarta Pusat. Sejumlah pejabat yang ditengarai membantu Faida juga diperiksa Tim Gabungan.
Gubernur Khofifah kemudian menerbitkan surat nomor: 131/ 719/ 011.2/ 2021 yang berisi tentang penegasan bahwa Bupati Jember Faida tidak berwenang melakukan mutasi pejabat. Pasal 71 ayat (2) dalam UU tentang Pilkada menjadi dasar Gubernur Khofifah menyampaikan hal itu, karena Faida dinilai menyalahi aturan.
Sebab ketentuan tersebut tegas dinyatakan, siapapun kepala daerah yang mencalonkan diri di Pilkada, dilarang melakukan mutasi pejabat dalam rentang 6 bulan sebelum tahap penetapan calon serta 6 bulan pasca Pilkada.
Pewarta : Kustiono Musri