Oleh : Hermanto Rohman, S.Sos., M.PA.,
Pakar Administrasi Negara Universitas Negeri Jember
Membaca Surat Gubernur dan kemungkinan SANKSI Kepada Bupati ?
Saat ini baik di medsos maupun pemberitaan online sedang marak diberitakan tentang turunnya Surat Gubernur tertanggal 15 Januari 2021 yang ditujukan kepada Bupati Jember.
Surat ini merespon dari Surat yang diajukan oleh DPRD Kabupaten Jember tertanggal 30 Desember 2020 tentang Kondisi Pemerintahan Jember dan Surat Sekda tertanggal sama tentang keputusan pembebasan sementara dari jabatan dan penunjukan Plt oleh bupati yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Dalam jawaban surat gubernur intinya disampaikan adanya tindakan yang melampaui kewenangan serta keputusan dan tindakan yang tidak sah dilakukan oleh Bupati Jember.
Surat tersebut secara ekplisit memberikan penilaian bahwa beberapa kebijakan bupati bermasalah dengan klausul berikut :
- bupati tidak boleh melakukan penggantian jabatan jika tidak ada ijin Mendagri,
- Penunjuknya Plt Sekda Tampa persetujuan gubernur cacat prosedur
- pemberhentian sekda tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,
- pembebasan sementara para pejabat eselon 2 dan 3 dan pengangkatan Plt cacat hukum.
Ada 3 dasar ketentuan yang dikutip dalam surat tersebut yang menjadi dasar bahwa kebijakan bupati bermasalah dan cenderung melampaui kewenangan dengan mengeluarkan putusan/ tindakan yang tidak sah yaitu:
- UU No 12 tahun 2011 tentang Pembantukan peraturan perundang-undangan terutama pasal 8 ayat 2 ;
- UU No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan pasal 8 keputusan harus ditetapkan pejabat pemerintah an yang berwenang dan pasal 52 tentang sarat sahnya keputusan; dan
- UU No 10 tahun 2016 tentang pemilihan gubernur, bupati dan walikota terutama pasal 7 ayat 2 larangan untuk melakukan penggantian jabatan 6 bulan sebelum penetapan calon sampai dengan masa akhir jabatan tampa persetujuan menteri.
Atas dasar ketentuan tersebut Gubernur menyatakan adanya tindakan melampaui kewenangan dan keputusan atau tindakan yang tidak sah yang dilakukan bupati Jember melalui kebijakan yang dilakukan. Oleh karena itu Gubernur meminta kebijakan tersebut dihentikan dan kembali ke undang undang.
Apakah ada implikasi dari kebijakan bupati yang dirasa salah tersebut ?
Secara ekplisit dalam surat gubernur hanya menegaskan agar bupati menghentikan kebijakan tersebut dan kembali ke undang undang.
Namun jika lebih kita pahami secara detil dalam UU No 3O Tahun 2O14 tentang Administrasi Pemerintahan ada beberapa permasalahan di Jember terkait kebijakan bupati.
- Permasalah utama adalah bupati tidak segera menjalankan keputusan hasil pemeriksaan Irjen Kemendagri. Yang pada akhirnya kemudian dilakukan oleh Plt Bupati (Wabup) pada masa cuti kampanye bupati. Hal ini sangat bertentangan dengan pasal 53 ayat 2 UU No 30 tahun 2014 tentang keharusan badan atau pejabat pemerintahan wajib untuk melakukan keputusan/ tindakan paling lama 10 hari atas keputusan/tindakan yang sah sesuai dengan ketentuan perundang undangan dalam hal ini surat hasil pemerikasaan Irjen Kemendagri. Serta membuktikan bahwa bupati dengan mengindahkan keputusan Irjen Mendagri atau tidak mengembalikan jabatan dan tidak mengembalikan ke SOTK 2016 sama dengan tidak melaksanan tindakan yang dinyatakan tidak sah oleh atasan sebagaimana ketentuan pasal 72 ayat 2 UU No 30 tahun 2014.
- Dengan melihat kejadian pasca adanya keputusan dari Plt Bupati ( Wabup) dengan menjalankan keputusan dari Irjen Kemendagri meski terlambat jika mengikuti ketentuan pasal 53, yaitu Bupati justru membuat keputusan atau tindakan dengan melakukan penggantian jabatan dan keputusan lainnya yang dinilai tidak sah karena dilakukan tidak sesuai kewenangannya atau bisa jadi melampaui kewenangannya. Selain itu keputusannya dirasa tidak sah karena dilakukan oleh pejabat yang tidak berwenang dan tidak taat prosedur. Hal ini bertentangan dengan ketentuan pasal 17 UU No 30 tahun 2014.
Jika mengacu pada UU No 30 tahun 2014 maka tindakan atau kebijakan bupati yang menyangkut permasalahan tersebut diatas harus diberikan sanksi. Adapun kemungkinan sanksinya diatur dalam pasal 80 sebagai berikut:
- Jika cenderung tindakan atau kebijakan bupati melanggar sebagaimana permasalah pertama diatas yaitu melanggar Pasal 53 ayat (2), dan Pasal 72 ayat (1) dikenai sanksi administratif sedang. Sanksinya dapat berupa:
- pembayaran uang paksa dan/atau ganti rugi;
- pemberhentian sementara dengan memperoleh
hak-hak jabatan; atau - pemberhentian sementara tanpa memperoleh hak-hak jabatan. Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 80 ayat 2 dan pasal 81 ayat 2 UU No 30 tahun 2014.
- Jika cenderung tindakan atau kebijakan bupati melanggar sebagaimana permasalahan kedua diatas yaitu melanggar Pasal 17 dikenai sanksi administratif berat. Sanksinya dapat berupa :
- pemberhentian tetap dengan memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya;
- pemberhentian tetap tanpa memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya;
- pemberhentian tetap dengan memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya sertadipublikasikan di media massa; atau
- pemberhentian tetap tanpa memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya serta dipublikasikan di media massa.
Kedua sanksi itu memungkinkan diberikan melalui proses pemeriksaan internal dan dijatuhkan oleh Mendagri melalui Gubernur jika terjadi pelanggaran kebijakan atau keputusan oleh bupati sebagaimana diatur dalam pasal 82 dan 83 UU No 30 tahun 2014.
Sebagai catatan bahwa dalam pemberitaan media seperti diketahui telah dilakukan pemeriksaan gabungan yang dilakukan Mendagri, KASN, dan Inspektorat provinsi yang dilakukan dan difasilitasi Mendagri pada Selasa yang lalu. Maka bukan tidak mungkin hasilnya akan ada sanksi. Mengenai bentuknya bisa dua kemungkinan berdasarkan uraian diatas.
Dan tentunya ini pandangan subyektif saya berdasar aturan namun keputusan sanksi pasti juga ada banyak pertimbangan lainnya.
Wallahualam Bissawab.