Jember – Sejumlah aktivis GRJ (Gerakan Reformasi Jember) terlihat mengikuti hearing bersama Komisi A DPRD Jember Selasa siang kemarin 23/3/2021.

Selain ditemui langsung oleh Ketua Komisi A Tabroni, beberapa anggota Komisi A DPRD Jember juga ikut menemui mereka antara lain, Sunardi dari Gerindra, Sugiyono Yongky Wibowo dari PPP dan Alfan Yusfi dari PDI-Perjuangan.

Dalam forum tersebut, aktivis gaek Bambang Irawan atau yang lebih dikenal dengan panggilan Bambang Elpamas, mengungkap sejumlah data korban Kejahatan Perbankan dan menjelaskan berbagai modus operandinya, antara lain :

  1. Kasus Hutang Ny. Hj. Lifani di BPR Bintang Niaga Rambipuji.
  2. Kasus Hutang Willy Ardiansyah di Koperasi Serba Usaha (KSU) PURI NIAGA,
  3. Kasus Hutang Lasmi Kertojoyo (DEPOT RAHAYU) di KSU PURI NIAGA
  4. Kasus Hutang Hermani, Kursus Montir CONTACT di BPR. BAPURI
  5. Kasus Hutang Ny. Muharor di BPR. BAPURI
  6. Kasus Hutang Mahsum Syarifudin di BPR. BAPURI
  7. Kasus Hutang Suratmin di BPR. BAPURI

Ketujuh kasus ini, semuanya bemuara pada satu nama pengusaha berinisial “HG” sebagai “pemilik” KSU Puri Niaga, BPR BAPURI dan BPR Niaga Rambipuji.

“Komisi A menilai ini sebuah persoalan penting dan serius yang harus segera disikapi” ujar Tabroni usai melakukan hearing bersama sejumlah aktivis GRJ Selasa, 23/3/2021

“Kita akan pelajari, mahluk apa Bapuri ini. Dan kita akan ajak Komisi B yang membidangi urusan Perbankan untuk bisa duduk bersama dengan para pihak, misalnya OJK, Kantor Lelang, Aparat Penegak Hukum, Polisi dan Jaksa untuk duduk bareng menyamakan persepsi dalam mengatasi soal-soal kemacetan dalam persoalan perbankan yang merugikan masyarakat” sambungnya

“Ketika warga mengalami masalah, bagaimana penyelesaiannya yang sekiranya tidak merugikan warga. Maka posisi kantor lelang, posisi OJK dan seterusnya, harus di posisi yang benar dan tidak berkiblat pada pengusaha, tetapi bener-bener bisa memberikan solusi kepada rakyat. Karena rakyatlah yang biasanya tidak paham aturan yang berada pada posisi lemah yang harusnya dilindungi” pungkasnya.

Ditempat yang sama, Sunardi politisi Gerindra juga mengungkap kejadian yang diketahuinya sendiri, “Sebetulnya kejahatan tersebut tidak hanya terjadi di Bank Swasta atau Koperasi, di BANK Negeri pun juga ada produknya yang sangat mencekam rakyat. Seperti yang ada disetiap desa, sebuah Kelompok bernama MEKAR, itu bungannya melebihi rentenir, melebihi Bank Swasta” terangnya.

Lebih lanjut, Sunardi sepakat dengan pendapat Bambang Elpamas tentang berbagai modus kejahatan yang dilakukan oleh Perbankan,

“Rekayasa yang dilakukan oleh oknum perbankan (Bank Swasta) itu memang banyak yang tidak masuk laporannya ke OJK yang sebenarnya” ujarnya.

“Saya ada contoh kasus, teman saya yang sudah akan dieksekusi oleh salah satu bank. Suatu saat, ketika ada petugas Bank yang menagih dan kebetulan saya berada disana, lalu saya bilang : Saya tidak ingin ada Bank di dalam Bank, kalau tetap dilakukan, saya akan laporkan, karena perbuatan itu adalah kejahatan. Akhirnya sampai sekarang teman saya tidak pernah ditagih. Padahal pinjamannya cukup besar. 300 juta” ujar Sunardi menceritakan pengalamannya.

Ia kemudian menyimpulkan, “Karena apa ? karena kredit itu ternyata tidak pernah dilaporkan kepada OJK. Siapapun yang punya hutang besar, tetapi masih bisa pinjam lagi, maka bisa disimpulkan disitu ada Bank didalam Bank” urainya.

Sunardi lalu melanjutkan, aturan seharusnya, kalau perbankan benar-benar melaporkan semua transaksi kredit semua nasabahnya kepada OJK, siapapun yang masuk dalam daftar hitam Bank Indonesia, maka ia seharusnya tidak bisa melakukan pinjaman kredit dalam bentuk apapun kepada Bank manapun.

Kasus lain yang diungkap Sunardi dengan kekurangan pinjaman hanya sebesar 30 juta, salah satu bank swasta berdasarkan putusan Pengadilan Negeri, maka agunan nasabah tersebut kemudian dilelang. Namun, setelah putusan kasasi dengan putusan yang lebih berpihak kepada nasabah, ternyata sang nasabah meski bisa menguasai atau menempati objek sengketa, namun tetap tidak bisa menguasai agunan yang disengketakan, dengan alasan sudah terlanjur dilelang oleh Bank.

Banyaknya persoalan tentang perbankan tersebut, membuat semua anggota Komisi A yang hadir dalam hearing tersebut sepakat untuk melanjutkan forum tersebut dengan forum yang lebih luas dengan melibatkan Komisi B dan stake holder lainnya.

“Karena sudah ada laporan dari masyarakat, maka saya mohon kepada Pak Ketua (Komisi A Tabroni) untuk melibatkan Komisi B dan mengundang OJK, Kantor Lelang, Polisi dan Kejakasaan” pungkas Sunardi.

Sementara, Alfan Yusfi anggota Komisi A dari Partai PDI-Perjuangan menambahkan “Seseorang yang mempunyai pinjaman di perbankan, itu bisa dilakukan lelang kalau sebelumnya telah dinyatakan Wan Prestasi oleh Pengadilan” katanya.

“Kami melihat, yang sering terlewatkan, bahwasanya proses lelang yang dilakukan di KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) itu tanpa bisa menunjukkan bahwa nasabah tersebut benar-benar telah melakukan wan prestasi. Penentuan status Wan Prestasi itu hanya bisa dilakukan oleh Pengadilan Negeri.” jelasnya.

Alfan lalu menambahkan, “Keuangan yang disalurkan atau dipinjamkan kepada masyarakat, semuanya itu sumbernya adalah dari Bank Indonesia. Yang terjadi, seharusnya kalau ini uang rakyat, tidak boleh ada eksekusi atau lelang” tegas Alfan.

“Permainannya (yang terjadi), Bank tidak melakukan, tapi BPRnya yang melakukan, kalau tidak BPRnya tidak melakukan, maka Koperasinya yang melakukan. Saya melihat memang terjadi konspirasi atau niatan jahat di awal” lanjutnya

“Dan kami berjanji dari Komisi A, akan segera berkoordinasi dengan Komisi B dengan mengundang beberapa pihak, untuk mencarikan solusi yang pada hakekatnya ada perlindungan hukum yang jelas” pungkasnya.

Pewarta : Kustiono Musri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back To Top