Jember, Xposfile.com – Dengan bermodal Bismillah dan kepemilikan lahan kebun sawit seluas 4 hektar di lokasi Ibukota Negara yang baru di Kalimantan, Ketua Umum Persada Agung, KH.Mohammad Ayyub Saiful Ridjal (Gus Saif) mencanangkan dimulainya pembangunan Pondok Sepuh Persada Agung Nusantara IKN 2024.
Pondok Sepuh adalah salah satu dari banyak gagasan dan cita-cita besar Gus Saif untuk menciptakan tempat (pondok) dengan suasana yang indah dan nyaman bagi kaum sepuh beraktivitas, berlatih dan mempersiapkan diri menjemput ajal menuju kehidupan abadi kelak di surganya Sang Maha.
Lahirnya gagasan Pondok Sepuh ini berangkat dari fenomena keberadaan panti-panti Jompo yang kebanyakan terkesan hanya sebagai tempat “pembuangan” akhir manusia-manusia sepuh menunggu ajal menjemput.
Di Pondok Sepuh itu, nantinya beliau-beliau kaum sepuh bisa beraktivitas produktif sesuai keahlian dan kemampuannya masing-masing atau hanya sekedar bercengkrama bersama komunitas seusianya dalam suasana yang religius dan rekreatif. Sedangkan Peladen (pengurus) Pondok Sepuh yang terdiri dari kaula muda, akan berfungsi untuk melayani dan mengurus semua kebutuhan penghuni (santri sepuh) atau pengunjung pondok sepuh.
“Pondok Sepuh, selain untuk kegiatan-kegiatan tersebut, sekaligus sebagai tempat ngaji kaula muda terhadap beliau-beliau yang sudah kenyang pengalaman, kenyang segalanya“ ujar Gus Saif menjelaskan konsep gagasannya kepada xposfile Minggu, 27 Maret 2022.
Keahlian dan pengalaman kesuksesan maupun kegagalan dari kaum sepuh tersebut seharusnya bisa menjadi hal positif bagi generasi penerus.
“Tidak sedikit Orang Sepuh yang berhasil dalam membangun keluarga, karier, karya, ide dan seterusnya. Ngajinya kaula muda itu melalui pendekatan dengan cara melayani beliau-beliau” sambung Gus Saif.
Gagasan tentang Pondok Sepuh merupakan sebuah gagasan original dari sosok energik keturunan bani Shiddiq Talangsari yakni putra bungsu dari KH Abdul Chalim Shiddiq Bin KH Mohammad Shiddiq.
Dalam sebuah dokumen tentang profil rencana Pondok Sepuh yang diperoleh xposfile dari komunitas BoloSaif, ada yang menuliskan bahwa gagasan mulia dan humanis ini pertama kali dikemukakan Gus Saif dalam sebuah diskusi kecil di rumah Bp. Sunarto, warga Desa Leduk Kec. Prigen Kab. Pasuruan Jawa Timur pada sekitar tahun 1991.
Ada setidaknya 3 (tiga) alasan yang dikemukakan Gus Saif dalam diskusi tersebut, terkait dengan penting dan perlunya keberadaan Pondok Sepuh. Berbeda dengan konsep Panti Jompo yang lebih mengedepankan pendekatan fisik. Pondok Sepuh lebih mengutamakan sisi psikis para penghuninya dengan memberikan bimbingan spiritual guna mengkondisikan terciptanya kehidupan yang husnul khotimah dan bukan sekedar beragam pengajian yang formal dan insidental. Pondok Sepuh akan memposisikan orangtua sebagai orangtua sesuai dengan nilai-nilai agama, budaya dan kearifan lokal. Pondok Sepuh akan memberikan ruang dan kesempatan kepada orangtua untuk belajar (dalam status ngaji/belajar) sekaligus mengajar yaitu sebagai “narasumber” bagi generasi penerus dalam membangun kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Di periode tersebut, Gus Saif sebenarnya sudah pernah mendapatkan tawaran hibah sebidang tanah di kawasan Kota Mandiri Taman Dayu Kec. Prigen, Kab. Pasuruan. Namun, karena berbagai kendala yang menyebabkan tidak segera terealisasinya gagasan pembentukan Pondok Sepuh, maka tanah yang semula akan dihibahkan untuk pendirian Pondok Sepuh, akhirnya diserahkan kepada PW NU Jawa Timur oleh penghibah. Terakhir diketahui tanah tersebut telah difungsikan sebagai Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengurus Wilayah NU (Pusdiklat PWNU) Jatim.
Gagasan mulia ini sebelumnya juga sudah pernah terkomunikasikan kepada Mbak Tutut Soeharto di akhir era orde baru pada sekitar tahun 1997. Dan sempat hampir direalisasi, bahkan sudah menentukan lokasi pembangunannya di daerah Taman Dayu Pandaan Pasuruan. Namun karena perubahan politik era reformasi, akhirnya gagasan tersebut gagal terwujud.
Gagal bersama mbak Tutut, tidak menjadikan Gus Saif berhenti berupaya. Beliau tetap saja konsisten untuk selalu berupaya mewujudkan gagasan besarnya. Nama Pondok Sepuh itu sendiri sudah digunakan Gus Saif di di Warung Dowo Pasuruan sejak tahun 1990an, namun tempat tersebut kurang ideal untuk didirikannya pondok sepuh sesuai konsep besarnya.
Tak hanya berkutat dengan gagasan Pondok Sepuh, tokoh pesantren yang dikenal juga sebagai aktivis dan tokoh “anti mainstream” ini terlihat seperti tak pernah punya rasa lelah untuk selalu berkarya dan beraktivitas diusianya yang tak lagi muda.
Selain masih tetap aktif sampai sekarang sebagai pengasuh PPI ASHRI Talangsari di Jember, Pembina Sabielil Muttaqien Maesan Bondowoso dan sebagai pembina pengajian rutin TK ASA (Temu Kangen Alumni dan Simpatisan) yang dilaksanakan 2 mingguan setiap Rabu malam di Bondowoso, SEMAR (Semaan Al Qur’an dan Rotibul Haddad) setiap Jum’at Pon di Jember dan pengajian rutin setiap tanggal 14 di Pasuruan, Gus Saif juga masih disibukkan dengan aktivitasnya melayani undangan sholawatan di berbagai pelosok desa di Bondowoso, Jember, Situbondo, Banyuwangi, Lumajang, Pasuruan bahkan sesekali Gus Saif juga melayani undangan dari jamaahnya yang ada di pulau Madura.
Untuk aktivitas yang berwujud pembangunan infrastruktur, sejak tahun 2016 sampai sekarang, Gus Saif merintis berdirinya Rumah Sakit khusus Guru Ngaji yang diberi nama RIS (Rumah Indah Sehat) di Baratan Jember dengan melibatkan 1 orang tukang dan 4 orang pembantu tukang setiap harinya.
Tak hanya itu, sejak beberapa bulan lalu, Gus Saif juga masih sedang membangun Rumah Santri di atas lahan yang diperoleh dari hibah Bapak Nuchin sekeluarga Bin Nur Aly seluas 3.000 M² yang berlokasi di Desa Pancakarya Kecamatan Ajung Jember.
Seperti telah menjadi pakemnya, Gus Saif tidak pernah membangun sesuatu dengan diawali lewat pengajuan proposal dan cara cara instan seperti pada umumnya. Semuanya selalu diawali dengan bermodal keyakinan yang kuat dan dengan kekuatan materi seadanya yang dimilikinya lalu membangun Masjid/Musholla terlebih dahulu.
Begitu juga dengan proses pembangunan Rumah Santri yang sekarang sedang dikerjakan pendirian masjid dengan melibatkan 4-5 tukang saja seperti foto dan video diatas.
Begitu juga yang di Maesan Bondowoso, sebagai pengembangan dari keberadaan TK-SMK Sabielil Muttaqien yang berdiri sejak 1991, Gus Saif juga sedang mengembangkan Sabielil Muttaqien 2 diatas lahan yang dibeli seluas 1.780 M². Prosesi peletakan batu pertama pembangunan Sabielil 2 ini dilakukan pada 21 Juni 2021. Dan insyaAllah akan berkembang dengan tambahan lahan seluas 3.300 M².
Dan kini, beberapa hari sebelum Presiden Jokowi berkemah di lokasi titik Nol Ibukota Negara di Kalimantan beberapa waktu lalu, Gus Saif malah sudah mendahului dengan memulai pembangunan Pondok Sepuh diatas lahan seluas 4 hektar yang berlokasi di Desa Bukit Raya, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur.
Ya, di Nusantara, Ibu Kota Negara yang baru. Dengan modal Bismillah dan lahan seluas 4 hektar di lokasi yang berjarak hanya 5 kilometer dari titik nol Ibukota Negara baru, Gus Saif mencanangkan dimulainya pembangunan “Pondok Sepuh Persada Agung Nusantara IKN 2024” dengan mengutus putra sulungnya Solahudin alias Gus Didin untuk memandegani.
Sebelumnya, selaku Ketua Umum Persada Agung (Persaudaraan Antar Guru Ngaji), pada selasa 18 Agustus 2020 yang lalu Gus Saif secara resmi telah menerima hibah atas lahan tersebut dari ahli waris almarhum Dasuki, mantan Wakil Ketua DPRD Penajam Paser Utara. Penandatanganan dokumen hibah tersebut sebagai tindak lanjut dari pernyataan hibah sebelumnya yang disampaikan Martati (istri almarhum Dasuki) kepada Gus Saif saat peringatan 40 hari meninggalnya almarhum pada tahun 2010 lalu.
Sebagai tambahan referensi tentang penting dan strategisnya konsep Pondok Sepuh, seperti dikutip dari tempo.co ;
https://cantik.tempo.co/read/853455/alasan-menitipkan-orang-tua-lansia-ke-panti-jompo/full&view=ok
Evita Djaman, seorang psikolog yang peduli pada masalah-masalah lansia, menyebutkan, Lansia yang tinggal sendiri atau bersama anak (dan cucu) lebih rentan stres atau depresi akibat gesekan dengan lingkungan, termasuk keluarga sendiri, baik sengaja maupun tidak.
“Banyak lansia yang tinggal di rumah merasa tidak berdaya atau merasakan benar ketidakberdayaan sebagai orang yang tidak lagi muda,” ujar Evita.
Kebanyakan disebabkan komentar-komentar orang terdekat sendiri yang justru melemahkan, seperti melarang atau bahkan dilengkapi embel-embel kekhawatiran yang berlebihan, seperti nanti Papa sakit, nanti Papa kecapekan, Mama cuma bergosip saja kalau kumpul, nanti pulang kemalaman, sudah di rumah saja jangan ke mana-mana, dan sebagainya.
“Ini menyakitkan orang tua,” tegas Evita.
Pewarta : Kustiono Musri