Meretas Takdir Menggapai Khusnul Khotimah.
Itulah judul buku karya ke 5 dari KH Nisful Laila Iskamil. Buku yang ditulis oleh penulis dalam kondisi sedang berjuang menikmati rasa sakit yang dideritanya. Disela kesibukannya sebagai pengasuh Pondok Pesantren As Syifa Cumedak Sumberjambe Jember, penulis masih tetap bisa berkarya menulis buku.
Buku ini diLaunching dengan kemasan Diskusi dihalaman masjid Nurus Shobirin Jum’at malam 28 Oktober 2022 dan dihadiri oleh sekitar seratusan undangan.
Berikut adalah video acara Launching buku tsb
Dalam pengantarnya, penulis menyebutkan ;
“Buku Meretas Takdir, Menggapai Husnulkhatimah ini saya tulis dengan maksud meluruskan pandangan kita akan “rukun iman yang keenam, percaya pada qada dan qadar (takdir) dan pemaknaan terhadap ke-husnulkhatimah-an” tulisnya.
“Hal ini penting disampaikan, mengingat tidak sedikit di antara kita sering keliru dalam memaknai dan mengamalkannya di dalam kehidupan sehari-hari dalam rangka menggapai husnulkhatimah” lanjutnya.
Menariknya, K.H. Yahya Cholil Staquf dan KH. Ahmad Mustofa Bisri berkenan memberi pengantar dalam buku setebal 237 halaman ini.
“Saya bersyukur atas terbitnya buku Meretas Takdir, Menggapai Husnulkhatimah yang ditulis oleh seorang kiai yang juga pengurus MWC NU Sumberjambe, Jember. Setidaknya, dengan lahirnya buku dari pengasuh Pondok Pesantren Asy Syifa menjadi bahan kajian agar kita tidak keliru dalam memahami takdir, dan terus berupaya membangun peradaban manusia yang rahamatan lil ‘alamin” tulis KH Ahmad Mustofa Bisri.
KH. Yahya Cholil Staquf menuliskan “Buku yang ditulis Kiai Nisful Laila Iskamil ini, bagi saya, lebih dari memberi pengetahuan terkait dua hal yang menjadi misteri terbesar dalam hidup ini, yaitu soal takdir dan husnulkhatimah, tetapi juga memberikan pencerahan dan panduan terkait itu dengan bahasa yang sederhana tetapi sangat dalam” tulis Ketua PB Nahdlatul Ulama ini dalam pengantarnya.
Apalagi dalam mengupas dua hal itu, Kiai Nisful menghadirkan pembahasan tema seputar manusia sebagai khalifah dan anugerah berupa akal. Tidak hanya berupa akal, tapi Tuhan memberi kita anugerah pelangkap akal yaitu hati dan kelengkapan anggota tubuh lainnya. Tuhan juga memberi cuma-cuma apa yang menjadi kebutuhan kita untuk mempertahankan eksistensi.
Pewarta Kustiono Musri