Rangkaian Peristiwa Jelang Berkhirnya Masa Jabatan Bupati Faida
Ditulis oleh : Kustiono Musri

Siasat Bupati Faida menjalankan perintah pemerintah Pusat sesuai Surat Mendagri 11 November 2019 dan Surat Gubernur yang mengharuskan Bupati mencabut dan mengembalikan Susunan Organisasi dan Pejabatnya sesuai dengan Perbup 2016, sepertinya benar benar kandas dengan terbitnya Surat Direktur Jenderal Otonomi Daerah kepada Gubernur Jatim yang isinya tidak menyetujui permohonan Bupati Faida mengukuhkan 611 orang pejabat.

Surat Dirjen OTDA secara tegas menyebutkan, terhadap Permohonan Bupati Jember melakukan Pengukuhan Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Pejabat Administratur dan Pejabat Pengawas dilingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Jember sebanyak 611 orang tidak dapat disetujui.

Dirjen Otda juga mensyaratkan dalam suratnya agar Bupati terlebih dahulu menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan khusus yang dilakukan oleh Inspektorat Jendral Kementrian Dalam Negeri.

Untuk lebih memahami persoalan tersebut, Penulis ingin mengajak pembaca untuk merunut kejadian-kejadian berdasarkan dokumen-dokumen yang sudah beredar di ruang publik.

Kita mulai dari beredarnya Surat dari Dirjen DukCapil Kementrian Dalam Negeri, tertanggal 9 Januari 2019, Perihal Peringatan atas Penggantian Kepala Bidang Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kabupaten Jember atas nama Sartini, S.Sos oleh Bupati Faida yang dinilai telah menyalahi ketentuan Permendagri No 76 Tahun 2019.

Dalam Surat tersebut, sebenarnya sudah sangat tegas mengingatkan bahwa Keputusan Bupati yang menyalahi ketentuan tersebut adalah sebuah Pelanggaran Administrasi Berat dengan Sanksi Pemberhentian Tetap karena bertentangan dengan pasal 17, pasal 70, pasal 80 (ayat3), dan pasal 81 (ayat3) UU No.30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan.

Namun (sayangnya?), Pemerintah Pusat tidak langsung menindak pelanggaran tersebut, tetapi masih memberikan tenggat waktu sepuluh hari sejak diterimanya surat tersebut kepada Bupati untuk membatalkan dan mengembalikan pejabat yang dimutasi pada posisi semula.

Berikutnya, 15 Oktober 2019, kembali pemerintah Pusat (KASN) memberi Rekomendasi (Peringatan) kepada Bupati Jember terkait Pelanggaran Sistem Merit atas mutasi yang dilakukan terhadap drg. Nur Cahyoadi, dr. Umi Kusmiati, Endang Sulistyowati, S.Kep.Ners, Yuliana Harimurti, SE. Msi, dan Ir.Ruslan Abdul Gani.

Seperti peringatan dari Dijen Dukcapil sebelumnya, atas pelanggaran tersebut KASN masih memberi tenggat waktu 14 hari kepada Bupati Jember untuk mematuhi rekomendasi KASN. Namun sampai dengan hari ini, Bupati masih saja tetap tidak melaksanakan rekomendasi KASN tersebut.

Meski KASN juga menyebutkan tentang kewajiban semua kepala daerah untuk mentaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan sesuai UU 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah pasal 67 huruf b dan larangan menyalahgunakan wewenang dan melanggar sumpah/janji jabatan seperti tercantum di pasal 61 ayat 2 , tetapi sampai hari inipun KASN hanya sekedar ancaman tanpa ada sanksi yang tegas atas pelanggaran tersebut. Seperti Macan Kertas saja.

Puncaknya, terbit Surat Mendagri 11 November 2019 yang pada intinya, menyarankan kepada Gubernur Jatim untuk memerintahkan secara tertulis kepada Bupati Faida agar mencabut 30 Peraturan Bupati tentang KSOTK, 15 SK Bupati tentang pengangkatan dalam jabatan, 1 SK Bupati tentang demisioner jabatan, dan 1 SK Bupati menyangkut pengangkatan kembali pejabat demisioner.

Yang perlu dipahami oleh semua, bahwa Surat Mendagri Tito Karnavian itu dipastikan tidak serta merta terbit atas selembar surat pengaduan masyarakat. Tetapi surat ini ini terbit setelah Tim Irjen Depdagri (saat itu Mendagri masih dijabat  oleh Bapak Tjahjo Kumolo) pada sekitar bulan Maret-April 2019 melakukan Pemeriksaan Khusus di lingkungan Pemkab Jember.

Setelah surat Mendagri ini diketahui publik sekitar pertengahan bulan Desember 2019, baru kemudian publik mengetahui bahwa Pemeriksaan Khusus tersebut dilaksanakan atas laporan dari dr.Olong Fajri Maulana tertanggal 12 Februari 2019 dan 5 Maret 2019 tentang dugaan mutasi PNS oleh Bupati Jember yang tidak sesuai ketentuan.

Surat Mendagri tertanggal 11 November 2019 tersebut baru ditindaklanjuti oleh Gubernur dengan menerbitkan Surat tertanggal 10 Desember 2019. Saat itu, DPRD Jember sedang mensoal tentang tidak adanya kuota CPNS. Maka dengan terbitnya surat Gubernur tentang Surat Mendagri, maka semangat DPRD untuk melaksanakan Hak Interpelasi kepada Bupati semakin kuat dan mendapat dukungan dari semua fraksi di DPRD.

Atas perintah Gubernur Jatim berdasarkan Surat Mendagri tersebut, diketahui Pemkab Jember terus saja berkilah dengan berbagai alasan. Tak ayal, perseteruan antara DPRD dan Bupati pun semakin meruncing yang pada akhirnya berdampak tidak disepakatinya APBD 2020 yang dipastikan merugikan masyarakat Jember secara umum.

DPRD bersikukuh agar Bupati menjalankan perintah Menagri terlebih dahulu sebagai syarat mutlak untuk melanjutkan tahapan pembahasan APBD, disisi lain, Bupati tak juga menjalankan perintah Mendagri.

Perseteruan keduanya, menjadikan banyak pihak direpoti. Tak cukup hanya sekali dilakukan fasilitasi,  tercatat pada 21 Januari 2019, fasilitasi di ruang rapat Direktur Kelembagaan dan Kepegawaian Perangkat Daerah Dirjen Otonomi Daerah Gedung H Lantai 14 Jl. Merdeka Utara No7 Jakarta.

Fasilitasi yang dihadiri oleh Wakil Ketua KASN Tasdik Kinanto dan Direktur Kelembagaan dan Kepegawaian Perangkat Daerah, kesimpulannya tetap, Bupati wajib melaksanakan perintah sesuai Mendagri.

Tak kunjung selesainya perseteruan tersebut, sampai-sampai Ketua DPD RI pun terpanggil untuk ikut membantu menyelesaikan. Bahkan La Nyalla Mattaliti berjanji akan melaporkan persoalan Jember kepada Presiden RI Jokowi. Janji tersebut disampaikan saat kunjungannya ke DPRD Jember, 4 Juni 2020.

Setelah mempertemukan Pimpinan DPRD dengan Kapolda Jatim, upaya La Nyalla Mattaliti akhirnya bisa mempertemukan unsur pimpinan DPRD dan Perwakilan Tokoh Masyarakat dengan Mendagri Tito Karnavian di Jakarta.

Dari pertemuan tersebut, Mendagri kemudian memerintahkan Pemerintah Provinsi untuk turun ke Jember menyelesaikan semua persoalan. Namun, persoalan tak jua selesai. 25 Juni 2020, Tim Pemerintah Provinsi Jatim yang diketuai oleh Inspektorat Pemprov Jatim Helmy Perdana Putera menandatangani Berita Acara pertemuan antara Badan Anggaran dan Tim Anggaran di Kantor Bakorwil V Jatim jl.Kalimantan Jember dengan kesimpulan yang menyebutkan bahwa Tim Anggaran Kabupaten Jember (Mirfano) tidak siap untuk membahas langkah-langkah penyusunan Perda tentang APBD Kabupaten Jember Tahun 2020 bersama Badan Anggaran DPRD Kabupaten Jember karena belum mendapat persetujuan dari Bupati Jember.

Anehnya, dengan kejadian-kejadian tersebut, Pemerintah Pusat masih juga belum menjatuhkan sanksi kepada Bupati yang sudah jelas dinyatakan melanggara UU dan Peraturan. Pemerintah Pusat, pada 7 juli 2020 kembali mengundang DPRD dan Bupati Jember untuk dilakukan fasilitasi di Jakarta.

Rapat Koordinasi dan asistensi yang dilaksanakan diruang rapat Kementrian Dalam Negeri Gedung A Lantai 3 dan dihadiri oleh Ketua Badan Akuntabilitas Publik DPD RI, PLt Sekjen Kemendagri, Inspektur Jendral Kemndagri, Dirjen Otoda, PLh Dirjen Bina Pembangunan Daerah, PLt Dirjen Bina Keuangan Daerah, Stafsus Mendagri bidang Politik dan Media, Bupati dan DPRD Jember menyepakati penyelesaian semua persoalan Jember dengan lagi-lagi, memberi tenggat waktu kepada Bupati Jember untuk menjalankan perintah Mendagri paling lambat 7 September 2020.

Berikutnya, ketika Bupati tak kunjung menjalankan perintah Mendagri, maka tanggal 15 Juli kemudian beredar Surat Mendagri kepada Gubernur Jawa Timur No.970/4072/SJ perihal Tindak Lanjut Permasalahan di Kabupaten Jember. Intinya, terdapat 2 pelanggaran yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Jember. Pertama pelanggaran terhadap Merit Sistem dan Tata kelola Pemerintahan oleh Bupati Jember dan yang kedua adalah pelanggaran terhadap keterlambatan penyusunan APBD 2020.

Terhadap pelanggaran Merit Sistem dan Tata kelola Pemerintahan, Mendagri memerintahkan kepada Gubernur dan DPRD untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan secara tegas sesuai kapasitas dan kewenangan masing-masing.

Sedang terkait keterlambatan penetapan APBD 2020, Mendagri memerintahkan kepada Gubernur untuk menjatuhkan sanksi kepada pihak yang bertanggung jawab terhadap keterlambatan, yakni dengan tidak memberikan Hak Keuangan selama 6 bulan.

Terhadap surat Mendagri 15 Juli tersebut, DPRD Jember justru terkesan lebih sigap menjalankan perintah Mendagri. Terlepas apakah DPRD sebelumnya sudah mengetahu surat tersebut atau tidak, faktanya, persis sepekan setelah surat tersebut ditandatangani Mendagri, DPRD Jember langsung bergerak menjalankan Hak Konstitusinya menyikapi pelanggaran UU yang telah dilakukan Bupati Faida. Paripurna sidang Hak Menyatakan Pendapat digelar 22 Juli 2020. Hasilnya, 47 anggota DPRD secara aklamasi menyetujui usulan Pemberhentian Faida sebagai Bupati Jember. Bupati Jember dipecat secara politis oleh DPRD Jember.

Berbeda dengan Gubernur. Kesan lambat dan terlalu banyak pertimbangan, memantik sekelompok elemen masyarakat melakukan aksi didepan Kantor Pemerintah Provinsi di Surabaya pada tanggal 27 Agustus 2020. Dan, akhirnya, entah karena aksi sekelompok elemen tersebut atau karena sebab lain,  Gubernur akhirnya menandatangani surat tertanggal 2 September 2020 yang berisi tentang penjatuhan sanksi dicopotnya Hak-hak Keuangan sebagai Bupati selama 6 Bulan hanya kepada Faida (Tidak bersama DPRD) atas pelanggarannya yang menyebabkan keterlambatan penetapan APBD 2020.

Sehari pasca beredarnya Sanksi Gubernur, berikutnya kembali bocor ke publik, Surat Dirjen Otoda yang menyebutkan tentang tidak disetujuinya permohonan Bupati Jember mendapatkan izin tertulis dari Mendagri untuk melakukan pelantikan kembali (pengukuhan) kepada pejabat Tinggi Pratama, Administrator dan Pengawas di Lingkungan Pemkab Jember.

Dari surat tersebut, publik Jember akhirnya semakin faham tentang bentuk kengototan dan pelanggaran yang dilakukan Bupati Faida terhadap peraturan dan perundangan yang berlaku di NKRI.

Surat permohonan pengukuhan 611 pejabat tersebut diajukan Bupati Jember kepada Gubernur Jatim melalui surat Nomor 800/682/414/2020 tertanggal 30 Januari 2020 perihal Ijin melantik Pejabat di Lingkungan Pemkab Jember. Dalam suratnya,  Bupati bermaksud melakukan pengangkatan kembali (pengukuhan) terhadap pejabat Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Administratur dan Pengawas dilingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten dan memohon kepada Gubernur untuk diterbitkan rekomendasi ijin melantik dari Menteri Dalam Negeri.

Menurut Bupati di surat itu, permohonan tersebut adalah sebagai tindak lanjut dari Kesimpulan Rapat Koordinasi dan Penyelesaian Permasalahan Penataan Perangkat Daerah dan Kepegawaian di lingkungan Pemkab Jember yang dilaksanakan 21 Januari di ruang rapat Direktur Fasilitasi Kelembagaan KepegawaianPerangkat Daerah Kementrian Dalam Negeri.

Terhadap surat permohonan Bupati tersebut, kemudian Gubernur Jawatimur berkirim surat kepada Mendagri cq Dirjen Otoda nomor : 821.2/1580/204.4/2020 tertanggal 21 Februari 2020 perihal Permohonan Persetujuan Tertulis Pengukuhan Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Administratur dan Pengawas di lingkungan Pemkab Jember.

Dalam suratnya, Gubernur menyampaikan, atas dasar surat Permohonan Bupati dan sesuai ketentuan UU No 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah yang mengatur tentang larangan melakukan penggantian pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri, maka Gubernur meneruskan permohonan Bupati untuk mengukuhkan Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama sebanyak 31 orang, Pejabat Adminstrator 178 orang dan Pejabat Pengawas sejumlah 402 orang.

Penulis : Kustiono Musri

Koordinator Gerakan Reformasi Jember

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back To Top