Jember, Xposfile – Tidak hanya sekali kebijakan Bupati Hendy memantik kontroversi di tengah-tengah publik. Sejak dilantik Gubernur Khofifah Indar Parawansa 26 Februari 2021 lalu, tercatat sudah berkali kali publik Jember disuguhi berbagai kebijakan bupati yang cukup kontroversial. 

Diawal-awal memimpin, keberaniannya “melanggar” undang-undang dan peraturan sudah ditunjukkannya dengan mem-Plt kan hampir semua pejabat dilingkungan Pemkab Jember, padahal sebagai bupati baru, sebelum lengkap 6 bulan menjabat ia belum punya kewenangan mengotak-atik posisi pejabat yang akan dipimpinnya sesuai UU Pilkada.

Hanya dengan alibi demi mempercepat penyusunan APBD 2021 yang saat itu santer dikesankan sedang dihambat oleh pejabat-pejabat loyalis bupati sebelumnya, Hendy berani menabrak aturan dari Pemerintah Pusat. Beruntung saat itu mayoritas anggota DPRD Jember sedang menikmati “kemerdekaan” setelah terlepas dari keterkungkungan dan “kelaparan” di era kepemimpinan Bupati Faida yang gagal menetapkan APBD 2021 bersama DPRD. Begitu juga dengan elemen kritis lainya, hampir semuanya sedang menikmati “mimpi” punya bupati baru setelah lima tahun dipimpin bupati yang dinilai telah banyak membuat kerusakan, mayoritasnya sedang terlena dengan janji-janji muluk bupati baru. Sehingga saat itu, bupati yang baru sepekan menjabat itu relativ sepi dari protes para pihak.

Banyak mimpi membangun Jember yang terucap dari bupati baru, seperti memindah pusat pemerintahan, membangun pelabuhan getem, menyulap sungai di Puger menjadi wisata seperti di Venice, membangun jalan tembus lingkar utara di sepanjang lereng pegunungan Argopuro dari Sumberbaru sampai Jelbuk, merekayasa arus lalu lintas dari perempatan Mangli kearah kota menjadi satu arah, membangun jalan dilereng gunung pantai selatan seperti wisata Senggigi, mengelola Nusa Barong, membangun pabrik pupuk disetiap kecamatan, dan banyak mimipi-mimpi lainnya yang kesemuanya terkesan terlalu prematur untuk diucapkan didepan publik.

Ia mungkin belum sadar, bahwa dalam mengelola pemerintahan pastinya jauh berbeda dengan mengelola perusahaan sendiri. Atau mungkin juga ia lupa, bahwa Jember hanyalah satu dari 514 Pemerintah Kabupaten di bumi NKRI yang semuanya harus mengikuti pakem dan peraturan-peraturan yang ada sejak jauh sebelum Hendy menjadi bupati.

Ada mekanisme Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) mulai tingkat desa, kecamatan sampai tingkat kabupaten dalam merencanakan pembangunan Jember. Ada peran DPRD sebagai wakil rakyat yang juga dipilih oleh rakyat dalam menjalankan pemerintahan. Dan ada proses politik dalam penggunaan setiap rupiah anggaran uang rakyat yang akan dibelanjakan. 

Maka, keinginan pribadinya sebagai bupati, sehebat atau sekueren apapun itu, bahkan  dengan dalih untuk kepentingan rakyat sekalipun, seharusnya tidak bisa serta merta mengabaikan mekanisme yang sudah diatur dan ditata sedemikian rupa oleh undang-undang dan peraturan yang ada.

Kita ambil contoh kebijakannya yang masih segar dalam ingatan publik. Yakni kebijakan menggratiskan tiket masuk objek wisata watu ulo, rembangan, patemon dan objek wisata lainnya. Dari sisi kepentingan pribadi masing-masing warga Jember, semuanya pasti akan menyukai segala hal yang berjudul gratis. Siapa sih yang gak suka gratis ?

Namun kalau dilihat dari sisi peraturan dan mekanisme dalam menjalankan pemerintahan, ternyata sebelum Hendy menjadi Bupati, sudah ada Peraturan Daerah yang mengatur tentang besaran tiket masuk di semua objek wisata milik Pemkab yang secara akuntansi sudah diperkirakan berapa nilai Pendapatan Asli Daerah (PAD)nya. Dan terhadap sesuatu yang sudah diatur dengan Peraturan Daerah, maka wajib bagi semua orang untuk menghormati dan mentaati. Tidak terkecuali bagi seorang bupati. 

Kalaupun bupati punya kewenangan untuk menghapus atau merubah  peraturan tersebut, tetap saja tidak bisa ujug-ujug diputuskan sekarepe dewe. Ada tahapan dan mekanisme yang harus dilalui yang melibatkan sebuah lembaga bernama Dewan Perwakilan Rakyat.

Maka, mari kita lihat bagaimana proses kebijakan penggratisan tiket masuk itu direncanakan dan dijalankan. Sejak kapan kebijakan itu direncanakan? Siapa saja yang terlibat dalam proses perencanaannya ? Sudah adakah SK Tim perencananya ? Apakah kebijakan itu tidak melanggar Perda yang jelas-jelas telah mengatur retribusi tiket masuk objek wisata di watu ulo sebesar Rp.10.000 bagi orang dewasa ? Berapa nilai kerugian daerah akibat uji coba penggratisan di beberapa objek wisata milik Pemkab Jember ? Apa pertimbangan melaksanakan uji coba penggratisan saat di musim libur lebaran ? Sudahkah DPRD dilibatkan dalam memutuskan kebijakan tersebut ?

Setahuku, kebijakan penggratisan objek wisata ini baru terdengar diruang publik di bulan romadhon, saat Pemkab Jember tiba-tiba menyebar pamflet pengumuman wisata gratis selama 1 bulan. Namun berikutnya diralat menjadi seminggu.

Lalu, coba perhatikan contoh lain yang sepele tapi bersifat sangat mendasar yakni tentang penomoran surat-surat resmi di Pemkab Jember.

Seperti telah diketahui semua orang, awal tahun 2021 itu Bupati Jember masih dijabat Faida. Sampai kemudian diganti oleh Hendy akhir Februari 2021. Artinya, ada waktu hampir 2 bulan penuh di tahun 2021 Bupati Jember masih dijabat oleh Faida. Dan dipastikan, dalam waktu dua bulan tersebut ada produk-produk hukum yang ditandatangani oleh Bupati Faida mulai Peraturan Bupati, Keputusan Bupati dan Instruksi Bupati yang semuanya adalah produk resmi negara atau pemerintahan yang tidak bisa begitu saja diabaikan atau ketika salah lalu disetip seperti zaman sekolah SD dahulu.

Lalu, coba kita lihat di web resmi Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH). Disana jelas mencantumkan Perbup No 1 th 2021 tentang KSOTK telah diteken Hendy pada 8 Maret 2021. Padahal, sebelumnya, ada Perbup No 1 Tahun 2021 adalah tentang APBD 2021 yang diteken Faida. 

Peraturan Bupati Jember No 1 Versi Faida dan No 1 versi Hendy

Nah, bagaimana status hukum dari Perbup No 1 tahun 2021 yang ternyata ada 2 buah ? Mana yang benar atau mana yang berlaku ? Apa yang nomor 1 versi Faida dianggap tidak pernah ada ?

Diberita salah satu media online di Jember, juga disebutkan adanya Peraturan Bupati Nomor 32 Tahun 2021 Tentang  Pengeluaran Kas Mendahului Penetapan APBD Kabupaten Jember Tahun Anggaran 2021 yang diteken oleh Bupati Faida pada akhir Januari 2021. Loh, kok Bupati Hendy Siswanto bisa menandatangani Perbup No 1 tanggal 8 Maret 2021 ?

Berikutnya, kita lihat data tentang Instruksi Bupati. Ternyata di JDIH Instruksi Bupati sejak Hendy menjabat juga dimulai dengan No 1. Sebagai awam, maka akan mudah menyimpulkan, bahwa tidak ada produk Instruksi Bupati yang diteken Faida di tahun 2021. Benarkah ?

Berikutnya lagi tentang Surat Keputusan Bupati, di JDIH data-data SK ternyata hanya diupload data tahun 2021 dan tahun 2022. Dan untuk tahun 2021 dimulai No 78. Bukan dimulai dari 01. Mengapa yang no 1 s/d nomor 77 tidak dicantumkan ? apakah memang tidak ada Keputusan Bupati Jember bernomor 01-77 di tahun 2021 ? 

Apakah administrasi pemerintahan Jember ini baru dimulai sejak Bupati Jember dijabat Hendy saja ? Atau tidak lengkapnya data di JDIH ini karena memang belum semuanya selesai di upload ? atau memang ada data yang sengaja disembunyikan ? atau karena memang JDIH ini hanya diisi dengan data-data yang ala kadarnya demi meraih kesan seolah-olah rezim sekarang sudah benar-benar terbuka ? Atau para ASN yang dibayar dengan uang rakyat itu hanya mau meng-upload data-data yang ditandatangani Bupati Hendy dan tidak mau meng-upload data-data yang ditandatangani Bupati Faida ? Atau jangan-jangan ada perintah larangan mengupload SK-SK produk Bupati selain Bupati Hendy ?

Semakin banyak kita telusuri informasi data pemerintahan, ternyata makin banyak pertanyaan yang butuh jawaban yang entah bisa kita kita dapatkan dari siapa.

Yang jelas, dari pengalaman sebagai pemerhati pemerintahan, penulis menyimpulkan, kalau Bupati Faida dulu melakukan pelanggaran sejak setahun setelah dilantik, tepatnya sejak tahun 2016 (sesuai surat Rekomendasi Mendagri), maka Bupati Hendy telah berani melakukan pelanggaran hanya dalam tempo sepekan sejak dilantik.

Bahwa kemudian Bupati Faida saat itu sampai di makzulkan oleh DPRD Jember atas akumulasi pelanggarannya, entah nanti apa yang akan terjadi pada Bupati Hendy Siswanto.

Sambil menunggu peristiwa politik yang akan terjadi kedepan, jangan lupa sruput kopinya dan nikmati rokokmu. Teruskan saja ber-angan-angan. Asyik kok. 

Tapi awas, jangan kaget saat nanti kembali ke realitas. Jangan sampai mimpi Kueren mu ternyata kedukuren. Kalau jatuh Sakit loh.

Oleh : Kustiono Musri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back To Top