Ziarah Agung. Pengembaraan Rohani menikmati Sakit Sebagai Karunia Bertabur Hikmah

Posted on

Ziarah Agung
Pengembaraan Rohani menikmati Sakit sebagai Karunia bertabur Hikmah

Oleh : Nisful Laila Iskamil

Maha suci Allah SWT yang telah memberikan pencerahan dalam setiap hati hamba hamba-Nya. Dengan pancaran cahaya Nya, kita dapat menangkap hikmah dan pahala dari setiap musibah. Dzat-Nya yang mengaliri seluruh sendi-sendi kehidupan manusia, hidup, mati, bahagia, celaka, untung, rugi, kaya, miskin, sehat dan sakit. 

Hanya kepada-Nya kita berharap akhir yang baik, dijauhkan dari celaka, sesat dan aniaya.

Shalawat serta salam senantiasa kita haturkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW. Beliaulah penghulu umat, pelita dan penerang hidup, pengayom setia dan guru teladan yang mengajarkan dan memberi contoh terbaik serta bijak dalam menghadapi dan mengatasi segala permasalahan hidup.

Dalam kehidupan ini, tidak ada yang luput dari campur tangan Allah SWT, dalam keadaan dan kondisi apapun, sulit, pahit, getir ataupun manis dan menyenangkan. Bila yang kita alami tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan, itu bukan berarti Allah SWT tidak mengabulkan doa kita, tetapi bisa jadi itu adalah sebuah peringatan agar kita menjadi lebih tulus.

Kadang, Tuhan memberi kita musibah sakit atau kesulitan, justru dengan maksud untuk menguji kesabaran hambaNya. Dan bisa dipastikan, bahwa sebenarnya Tuhan tidak akan pernah menguji siapapun diluar batas kemampuan hambaNya. Namun begitu, seyogyanya seorang hamba tidak hanya sekedar pasrah dan berdoa saja, tapi juga harus bisa selalu bergerak mengikuti garis takdir dan sunnah-Nya.

Seringkali dikala sakit menimpa, kebanyakan terlintas dibenak kita, mengapa saya diberi cobaan seberat ini ? Sebuah pertanyaan yang membutuhkan kebesaran hati dan juga kesiapan jiwa untuk menemukan jawabannya.

Betapa banyak waktu yang diberikan Allah SWT, namun seringkali pikiran, sikap dan mata kita yang terbatas, tidak mampu menangkap hikmah dibalik penyakit dan kesulitan yang kita alami. Oleh karenanya, penting digaris bawahi, dalam keadaan tidak berdaya, seyogyanya kita senantiasa berpikir positif. Dengan begitu, semoga keindahan-keindahan di balik tirai hikmah akan tersingkap, untuk kemudian kita bisa menangkap secara utuh esensi-esensi Ilahiah di baliknya.

Terkadang, justru ketika dalam kondisi sakit, kesulitan dan keterpurukan, kita cenderung bisa mengingatNya. Karena dalam kondisi seperti itu, maka tercipta potensi besar hati kita berdenyut dan mendorong kita untuk bersyukur atas karunia-karuniaNya. Sesuai ajaranNya, penyakit/kesulitan merupakan karunia yang seharusnya disyukuri. Karena bisa jadi, dengan dihadirkannya penyakit/kesulitan dalam kehidupan kita, maka akan ada banyak hikmah yang barangkali sulit ditemui dan dipahami disaat kita dalam kondisi sehat.

Namun kebanyakan, sepanjang dikaruniai kesehatan dan kemudahan, kita cenderung lupa untuk melakukan kewajiban-kewajiban sebagai seorang hamba dan ciptaan-Nya. Dan dalam kondisi ke-alpa-an kita mengingatNya, lalu kita menganggap negatif datangnya penyakit atau kesulitan dikehidupan kita. Maka, ketika kita sudah berpikir negatif dan tidak menganggap semua yang kita alami sebagai karunia, logikanya akan bermunculan pikiran-pikiran negatif terhadap pemberianNya. Misalnya, menganggap penyakit sebagai musibah, penyakit sebagai balasan atas perbuatan jelek, bahkan ada yang menganggap sebagai azab.

Allah SWT memberi penyakit dan sakit dalam diri kita pasti ada kehendak dan tujuan-Nya. Bisa jadi di dalamnya ada sentuhan kasih sayang yang membuat tingkat keimanan dan kesabaran meningkat, bisa menjadi teguran, peringatan. Bisa juga sebagai musibah dan azab.

Terlepas dari segala sebab dan akibat di atas, yang perlu kita buang jauh-jauh adalah anggapan dan pikiran pikiran negatif atas penyakit itu sendiri. Yakinilah dengan rela hati, penyakit adalah takdir dan karunia dari Allah SWT yang datang menemui. Atau dengan kata lain, yakinlah bahwa kehadiran penyakit dalam tubuh atau kesulitan yang menimpa kita, semuanya tidak lain adalah hanya sebagai tamu semata.

Ingatlah, hidup hanya sekali dan sebentar saja, sudah sepantasnya kita senantiasa memaksimalkan nilai manfaat diri ini, yakni menjadi seperti yang disabdakan Nabi SAW, sebagai khairunnas, Sebaik-baik manusia !

والله أعلم بالصواب

Oleh : Nisful Laila Iskamil
Penulis adalah Pengasuh Ponpes As-Syifa, Cumedak-Sumber Jambe
Lahir di Kota Malang, Jawa Timur, 01 Februari 1963. Menempuh pendidikan dasar hingga diploma II di Kota Malang (1984). Alumnus IKIP PGRI Jember (2000). Mantan pengurus Ansor Cabang Jember (1997). Pengurus Tanfidz NU Sumberjambe (1996-2013), Ketua MUI Kec. Sumberjambe (2008-2013), dan Ketua FKKB Kec. Sumberjambe (2008 2013).
Saat ini, ditengah kesibukannya mengelola dan mengasuh Pondok Pesantren Asy Syifa dan Panti Asuhan Nur Moelyani, beliau juga aktif di organisasi Sosial, Keagamaan dan ke Kemanusiaan, Lembaga Bina Keluarga Sakinah Bazis, Balai Diklat Supranatural Consultative Service.
Beberapa tulisannya dalam bentuk buku yang sudah terbit, di antaranya, Ziarah Agung (2013), Rindu Menjadi Manusia (2018). Sekapur Sirih Penyembuh Luka (2021) dan yang terakhir Ziarah Agung 2 (Februari 2022).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.