6 Orang Cabup & Cawabup dimataku.
Oleh Kustiono Musri.
Sejak penetapan Paslon Cabup Cawabup kemarin, aku tergelitik untuk menulis tentang pengalamanku sendiri terhadap 3 Pasang Calon yang ada, Faida – Vian, Hendy – Firjaun dan Salam – Ifan.
Dari enam orang yang nantinya akan menentukan warna Kabupaten Jember kedepan, aku hanya pernah bertemu secara langsung dengan empat orang yakni Faida, Salam, Hendy dan Gus Firjaun. Namun, meski aku pernah bertemu dibeberapa kesempatan, tetapi belum pernah aku duduk semeja dan ngobrol tentang Jember, kecuali dengan Hendy.
Sedang dengan 2 orang lainya, Vian dan Ifan, aku malah belum pernah sekalipun bertatap muka dalam even apapun apalagi ngobrol.
Tentang Vian, aku hanya sekedar tahu tentang keluarga besarnya. Aku hanya kenal Mas Rus, dan sedikit tahu tentang Mas Yanto (orang tua Vian) sebagai penerus kebesaran nama CV Sjam. Almarhum Pak Sjam adalah Kontraktor listrik legendaris Jember yang dahulu berteman dengan almarhum bapakku Moesri.
Sebagai aktivis yang tak pernah bersinggungan dengan kalangan kontraktor, maka praktis aku sama sekali buta terhadap kiprah Fian sebelum namanya kemudian muncul sebagai pasangan Calon Wakil Bupati mendampingi Faida.
Sedangkan tentang Ifan, aku baru mendengar nama tokoh muda Jember ini beberapa bulan yang lalu. Kabarnya, ia adalah arek Bangsalsari, mantan wartawan yang kemudian sukses sebagai pengusaha alutsista (Alat Utama Sistem Pertahanan) di Jakarta. Rumornya, Ifan diorbitkan oleh Bambang Hariyadi setelah Politisi Gerindra yang sudah 2 periode sebagai DPR RI dari Dapil Jember Lumajang ini “gagal” mengkader Vian yang sebelumnya digadang-gadang mendamping Joko Susanto.
Kabar turunnya rekom PDIP kepada pasangan calon Salam – Ifan di detik-detik terakhir, dan kesediaan Ifan menjadi wakilnya Salam, terasa cukup mengejutkan bagi banyak pihak. Kemampuan Salam yang sebelumnya diragukan oleh beberapa kalangan elit Jember, dan kabar tentang keseriusan Ifan yang hanya akan maju sebagai Calon Bupati, tertepis dengan sendirinya. Peta politikpun kemudian berubah cepat. Berikutnya PAN, Perindo, Golkar, Berkarya dan terkahir PKB juga merekom pasangan ini. Namun, ternyata Partai Gerindra dimana Bambang Hariyadi bernaung, justru merekom Hendy-Gus Firjaun. Begitulah Politik.
Tentang Haji Salam. Aku baru kenal namanya sejak ia memasang banyak baner di Jember. Bahkan ketika Salam mengirim sumbangan 2 ekor kambing untuk Gus Saif yang oleh pengantarnya dititipkan ditempatku Yasrama, aku tidak tahu siapa Haji Salam yang disebut oleh sopir cevrolet yang ngantar kambing tersebut.
Aku baru bertemu dengan Salam, saat aku mengadakan acara “jagongan bersama calon penantang Faida” awal 2019 lalu, yang kala itu dihadiri oleh hampir semua Bakal Calon. Mulai Kusbandono, Ayyub Junaedi, Joko Susanto, almarhum Rasyid Zakaria, Haji Hendy, Haji Sulis, Zoelkifli, Dima Akhyar dan tokoh2 politik lainnya. Itupun Salam datang diakhir acara. Saat itu, ia mengaku baru datang dari Jakarta dan langsung menghadiri undanganku demi menghormati acaraku. Tidak ada obrolan berdua, maka tak banyak yang bisa aku tuliskan tentang Salam. Tokoh Pengusaha muda belia yang sekarang justru menjadi Calon Bupati Jember. Kesanku kepada Salam hanya sebatas dia orang baik, sopan dan mau menghargai orang.
Lain lagi dengan Cak Kaji Hendy, demikian aku memanggilnya, meski seusia dan kebetulan bertetangga, aku Kebon Kidul dan Hendy di Kebon Lor, sebelumnya aku tidak pernah mengenalnya. Sebagai tetangga, aku hanya sekedar mendengar kiprahnya setelah sukses membangun bisnisnya. Gebyar fisik toko Rien Colection dan jaringannya, dibarengi dengan gebyar kepedulian sosialnya bertahun-tahun lalu. Lebih lebih ketika Rien Colection membagi bagikan ratusan nasi kotakan setiap pagi, ramailah cerita orang orang dikampungku ketika itu yang ikut antre mendapatkannya. Sampai sampai beberapa pemilik warung warung nasi kecil disekitar Gajah Mada menggerutu karna berdampak terhadap pelanggannya.
Saat aku jadi Ketua RW sepuluh tahun lalu, kebetulan ada beberapa toko milik Hendy di pertokoan Jompo yang masuk wilayahku, aku dan pengurus RW yang sedang membutuhkan bantuan sumbangan untuk perayaan HUT RI, beberapa kali mencoba menemuinya, namun tak pernah berhasil ketemu. Meski akhirnya sumbangannya bisa kami terima. Dari situ, kemudian aku punya kesan seperti orang kebanyakan, bahwa Hendy orangnya sombong dan sulit untuk ditemui.
Beberapa bulan lalu, tanpa direncanakan, aku bertemu dengan Hendy saat ia berkunjung ke Gus Saif. Darisana, komunikasi terbangun. Kesan sombong dan sulit ditemui berubah dengan sendirinya. Awalnya aku mengira, keterbukaan itu karena Hendy sedang membutuhkan Gus Saif, sedang butuh Kustiono, tetapi kesan itu kemudian tertolak dengan pengakuan beberapa teman yang akhirnya berhasil bertemu dan ngobrol dengan Hendy.
Bahwa Hendy adalah orang yang mau mendengar, bahwa Hendy orangnya enak diajak ngobrol, bahwa Hendy sebenarnya mudah ditemui, dan kalimat-kalimat lainnya semakin banyak kudengar dari berbagai kalangan. Termasuk pengakuan dari seorang teman “politisi” yang tadinya kesulitan menemui Hendy, namun setelah berhasil menemui, kesannya kemudian berubah.
Hendy yang asli arek Kampung Ledok ditengah banyaknya komunitas arek arek Solid (penjual parfum keliling) disana, semakin menguatkan kesimpulanku, bahwa Hendy dengan segala kemewahan materi yang dimilikinya, tak membuatnya berubah dari gayanya “arek kampung ledok”. Ceplas ceplos, bahkan terkesan srok’ol, bak-grabak, dan apa adanya. Percaya dirinya yang luar biasa, mengesankan kesombongan bagi orang yang belum benar benar mengenalnya.
Bahwa tidak semua bisa ngbrol gayeng dan akrab bersama Hendy, sepertinya itu adalah sebuah keniscayaan. Apalagi kalau kita mau berfikir bagaimana sibuknya ia sebagai Calon Bupati yang harus menyapa ribuan pendukungnya, sebagai Pengusaha yang mengurusi ratusan karyawannya, keluarganya dan seterusnya.
Ego kita saja kadang yang tidak mau menerima kenyataan, bahwa seringkali kita masih sering mengedepankan ego agar kita dianggap istimewa dan ingin diperlakukan istimewa. Kita meminta sesuatu tanpa mengukur keberadaan kita sendiri. Maka begitu gampang kemudian kita menuduhnya sombong.
Tentang Gus Firjaun Barlaman, sejak kecil aku sudah bergaul dengan lingkungannya. Ia adalah adik sahabatku sekelas di SD Jember Kidul, satu sekolah di SMPN1, dan satu sekolah lagi di SMAN1, Gus Mohammad Hisyam Rifqi.
Saat duduk di bangku SD Kelas 6. Hampir setiap hari aku bermain dihalaman Pondok Pesantren Ashtra Talangsari, tetapi, memoriku tentang Gus Firjaun hanya sekedar itu. Tak ada kesan lain, kecuali ia adalah adik sahabatku Gus Hisyam.
Kemudian, baru tahun 2010an aku mulai bergaul dengan Gus Saif, putra KH.Abdul Chalim Shiddiq, kakak kandung KH.Achmad Siddiq ayah kandung Gus Firjaun. Dari situ kemudian aku sering bertemu dengan Gus Firjaun dalam acara pengajian-pengajian dan acara-acara yang sering diadakan Gus Saif, namun, pertemuan-pertemuan itu tidak pernah berlanjut dengan obrolan serius tentang persoalan Jember. Aku hanya sekedar kenal dan pernah bertemu dengan Gus Firjaun.
Tentang Faida, jujur saja aku sengaja membatasi diri untuk menuliskan pengalamanku terhadapnya dalam tulisanku kali ini. Tak ada hal baik yang bisa aku tuliskan tentangnya, kecuali bahwa dengan gayanya memimpin, di akui atau tidak, telah menciptakan suasana politik Jember lebih dinamis bahkan cenderung “panas”. Politisi dan aktivis bahkan ASN (meski secara sembunyi sembunyi) seperti dipaksa untuk terlibat dalam pesta demokrasi rakyat Jember 2020 ini.
Terakhir, semoga tulisan ini bisa bermanfaat untuk kita semua, demi Jember yang lebih bermartabat dan bermanfaat bagi masyarakat Jember, dan bukan hanya bermanfaat bagi segolongan orang atau kelompok tertentu. Tentang kepada siapa nantinya aku akan memilih, aku masih menunggu berita langit dari Kiayi panutanku.
Mas Kus..selama ini anda adalah sosok yangsangat kritis….. pada siapapun pejabat Jmber. Tegas lugas apa yg anda suarakan.dan dirrespn oleh teman2 ….Namun …realitax jauh api dari panggang…Lastex ke faida.( petahana ).INI irronnis sekali dimana jalur yg kita tempuh is ok punya ..tapi ahirx JAUH panggang dari apix..kita KECEWA pada Pmrintah ini mas .sbaikx ngurus EKONOMI keluarga kita aja mas.Allah maha Besar…wslm.Syalom.
Terimakasih sarannya.
Sebagai aktivis….selama ini saya belajar untuk tidak pernah berfikir tentang apa hasilnya.
Saya hanya menjalani apa yang saya bisa dan sanggup untuk saya laksanakan demi bisa bermanfaat bagi banyak orang.
Tentang hasil …biarlah itu menjadi urusan Sang Maha.
Aku suka gaya narasimu menurutku ‘jember sekali’ semoga kita sukses dunia akherat …Aamiin
Makasih mas