Bagi sebagian masyarakat Jember, keputusan memecat Bupati Faida adalah sebuah keputusan yang tidak bermakna yang hanya buang-buang energi.
” toh 17 Februari nanti Faida akan lengser dengan sendirinya ” pikir mereka.
Pendapat seperti itu sah sah saja di era kebebasan berpendapat sekarang. Namun, kalau ditelisik lebih dalam, pendapat seperti itu kemungkinan besar hanya akan lahir dari orang orang yang berpikiran pragmatis materialistis.
Bagi mereka, tidak penting apakah kebenaran sedang diinjak injak demi kepentingan orang per orang.
Hampir bisa dipastikan, sebelum ini mereka hanya diam melihat kerusakan yang ditimbulkan Faida. Mereka selalu bisa mencari celah untuk menyiasati kerusakan demi keuntungan perut dan kelompok mereka sendiri.
Tak penting juga bagi mereka tentang ekses buruk dari perilaku menyimpang yang diperankan dengan sempurna oleh Faida selama menjabat sebagai Kepala Daerah.
Yaa, hanya sebagai salah satu dari ribuan Kepala Daerah di NKRI yang harusnya memiliki keterbatasan kewenangan, bukan sebagai Presiden apalagi Ratu sebuah Kerajaan, namun Faida benar benar telah terbukti mampu memporak porandakan sistem pemerintahan yang sebelumnya tidak pernah terjadi pada rezim Bupati manapun di Indonesia.
Mahkamah Agung pun terbukti tak mampu memberi sanksi atas perbuatan merusak oleh wanita pertama yang menjadi Bupati Jember.
Mendagri yang mengenggam segudang fakta pelanggaranpun, tak jua punya nyali menjatuhkan sanksi bagi Bupati pelanggar UU dan Peraturan.
Entah karena faktor apa, beruntung masih ada Pemerintah Provinsi yang berani menyatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah.
Beberapa surat produk Gubernur Khofifah Indar Parawansa jelas menyatakan. Faida BERSALAH. Bahkan sebelum DPRD memutuskan Pemakzulan Bupati melalui HMP, Mbak Khofifah telah meneken usulan Pemecatan Faida kepada Mendagri.
Satu satunya sanksi, tidak diberikan gaji dan hak keuangan selama 6 bulan buat Faida, juga keluar dari tangan dingin tokoh perempuan kesayangan alamarhum Gus Dur. Khofifah Indar Parawansa.
Selain memang sudah menjadi kehendakNYA, Entah kekuatan apa yang masih saja melindungi dan menyelamatkan pembuat onar dan kegaduhan ini dari jeratan sanksi yang telah diatur UU yang harusnya dianut siapapun di NKRI.
Bagi mayoritas anggota dewan DPRD Jember, sebagian kecil wartawan dan sedikit elemen masyarakat yang selama ini meneriakkan dengan nyaring kebusukan, kebobrokan dan kegaduhan yang dilakukan Faida, kondisi seperti ini benar benar menjadi pertaruhan terhadap kredibilitas kebenaran yang mereka teriakkan selama ini.
Sekecil apapun sanksi buat Faida, akan menjadi Stempel Kebenaran bagi mereka. Namun sebaliknya, tanpa ada sanksi, maka stigma penebar Hoax akan dengan mudahnya menempel didahi mereka.
Tanpa sanksi, maka kejadian Jember akan menjadi Contoh Suri Tauladan Terbaik bagi bupati bupati diseluruh wilayah NKRI untuk menjalankan niat jahatnya merusak tatanan, melanggar sistem dan sekaligus menggarong uang rakyat untuk memuaskan ego pribadinya. Dijamin tanpa Sanksi dari Pemerintah Pusat.
Alhasil, benar kata orang-orang pragmatis.
Gak ada gunanya melawan penguasa, meski dzolim sekalipun.
Percuma menegakkan kebenaran, toh realitasnya, kebenaran telah terjual.
Percuma berbuat untuk orang banyak, toh materi, karier dan kehormatan hanya ada di ketiak penguasa.
Naudzubillahi min dzaaliik.
Jember 23 Januari 2021
Oleh : Kustiono Musri