BerandaCeloteh RedaksiCatatan “Prestasi” Kajari Jember, Prima Idwan Mariza

Catatan “Prestasi” Kajari Jember, Prima Idwan Mariza

Catatan “Prestasi” Kajari Jember, Prima Idwan Mariza
Oleh : Kustiono Musri

Gerbong mutasi Jabatan oleh Kejaksaan Agung pada 8 Februari 2021 lalu menempatkan Jullikar Tanjung, SH, MH mantan asisten pengawas (Aswas) Kejaksaan Tinggi Aceh sebagai Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jember menggantikan Prima Idwan Mariza yang di tempatkan di posisi barunya sebagai Asdatun Kejati Sumatra Utara.

Mutasi jabatan Kajari, sebenarnya adalah sebuah kejadian biasa di internal Instutusi Penegak Hukum berseragam coklat ini, namun bagi pemerhati kebijakan publik di Jember, mutasi kali ini sepertinya akan mendapatkan perhatian lebih dari biasanya, pasalnya mutasi Kajari yang selama menjabat di Jember dinilai “dekat” dengan Bupati Faida ini bertepatan dengan pergantian Bupati baru yang mengalahkan Faida dalam Pilkada 9 Desember lalu.

Prima Idwan Mariza sebelumnya bertugas sebagai Asisten Tindak Pidana Khusus di Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat, tepat 1 Agustus 2019 lalu resmi menggantikan Kajari Jember sebelumnya Ponco Hartanto yang dimutasi menjadi Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah.

Sepanjang 1,5 tahun kepemimpinan Prima Idwan Mariza sebagai Kajari Jember, disamping prestasi “administratif “ yang diraihnya, korps Adhiyaksa yang dipimpinnya juga mendapatkan perhatian khusus dari pemerhati kebijakan publik di Jember. Beberapa kali elemen masyarakat terlihat melakukan aksi di depan kantor Kejaksaan. Beberapa kebijakannya, dinilai “kontroversial” ditengah suhu politik pemerintahan yang sedang berada dipuncak perseteruan antara Bupati Faida dan DPRD Jember. Dan kesan publik tentang Kepala Kejaksaan Negeri Jember ikut-ikutan berpolitik semakin menguat .

Tercatat diantaranya ketika Kajari Prima akhirnya terbongkar telah melakukan “akrobat politik” dengan upayanya mempertemukan Bupati Faida dan Ketua DPRD Jember Itqon Sauqi di Kantor Kejaksaan (diluar jam dinas) menyangkut “buntunya” pembahasan APBD Jember 2020 lalu, padahal dihari yang sama, Pemerintah Provinsi sedang melakukan upaya tentang hal yang sama atas perintah Mendagri. Dan perwakilan Pemprov telah menyimpulkan, Bupati Faida lah yang menghambat macetnya APBD 2020.

Meski akhirnya tidak terjadi pertemuan antara Bupati Faida dan Ketua DPRD di Kantor Kejaksaan kala itu, namun pengakuan terbuka dari Ketua DPRD Itqon Syauqi yang tidak bersedia memenuhi udangan Kajari untuk menemui Bupati Faida di Kejaksaan sehari setelahnya, semakin menguatkan desas desus tentang dugaan keberpihakan Kajari Prima terhadap kepentingan Bupati Faida.

Alasan Prima menepis tuduhan institusinya berpolitik karena menjalankan perintah atasan untuk melakukan upaya mediasi persoalan APBD justru semakin “aneh” dimata publik.

Langkah Kajari mempertemukan Bupati Faida dan Ketua DPRD membahas macetnya APBD tersebut  atas perintah salah satu Direktur di Kejaksaan Agung yang menindaklanjuti surat pengaduan masyarakat berkop Yayasan Puspa Melati Jember kepada Kejaksaan Agung tanggal 17 Februari 2020.

Berikutnya kemudian terkuak, Yayasan Puspa Melati itu ternyata milik seseorang bernama M.Husni Thamrin, seorang pengacara yang sebelumnya diketahui menjadi kuasa hukum banyak persoalan yang berkaitan dengan kepentingan Bupati Faida. Diantaranya, atas kuasa Slamet Mintoyo, Thamrin menggugat melalui gugatan ‘Cityzen Law Suit’ terhadap digunakannya Hak Angket oleh DPRD dan juga sebagai kuasa hukum dari Camat Tanggul yang divonis bersalah oleh Bawaslu dan KASN karna terbukti melakukan kampanye untuk Bupati Faida (Petahana).

Thmarin sendiri mengaku aneh, “Saya tidak tahu mengapa justru Kejaksaan Agung yang merespon surat saya. Harapan saya, agar banyak pakar dari kampus-kampus besar di Jember ini mau turut berperan serta untuk menyelesaikan konflik ini (macetnya APBD – red).” terang Thamrin di salah satu pemberitaan.

Peristiwa kedua tak kalah “akrobatik”. Terbongkar dari pengakuan Wakil Bupati Kyai Muqiet Arief, bahwa Kejaksaan melalui Kasi Datun Agus Taufiqurrahman ikut-ikutan “mengintimidasi” Kyai Muqiet Arif karena telah memutasi ratusan pejabat sesuai perintah Mendagri. Kasus ini selain mendapat respon demo ribuan masyarakat pendukung Kyai Muqiet, beberapa hari terakhir diketahui juga ditindaklanjuti oleh Komisi Kejaksaan melalui Kejaksaan Tinggi Surabaya dengan melakukan pemanggilan beberapa pejabat termasuk Kyai Muqiet sendiri.

Prestasi Kejaksaan menuntaskan kasus korupsi “level Kabupaten” ditengah puluhan bukti dugaan banyaknya kasus-kasus korupsi di Jember, terbatas hanya di kasus Pasar Manggisan. Itupun hanya dikulitnya saja.

Kalimat yang diucapkan oleh Lucius Calpurnius Piso Caesoninus di tahun 43 sebelum masehi “Fiat justitia ruat caelum” artinya hendaklah keadilan ditegakkan, walaupun langit akan runtuh, sepertinya hanya digunakan menjadi slogan pemanis saja.

Dari berbagai sumber pemberitaan media, diketahui penyelidikan dugaan kasus Korupsi Pasar Manggisan sebenarnya sudah bergulir sejak setahun sebelum Prima menjabat Kajari. Tepatnya tanggal 17 Juni 2019 silam, Kejaksaan Negeri Jember telah melakukan penyegelan sebagai tanda dimulainya penyelidikan.

Kemudian, pada tanggal 20 Juni 2019 Kejaksaan tiba-tiba menggeledah kantor Disperindag ESDM. Pada hari yang sama ketika itu, korps Adhyaksa juga menggeledah kantor Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ). Hasilnya, Kejaksaan menyita satu koper dokumen serta sejumlah soft copy dari kedua instansi tersebut.

Berikutnya pada tanggal 1 Agustus 2019 lalu, Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus kala itu, Herdian mengungkapkan, penyidik telah mendapati temuan yang mengarah ke penyimpangan.

“Ada kekurangan bahan dari sisi kuantitas maupun kualitas. Dan diakui semua oleh para pihak. Kontraktornya Agus Salim, PPK nya Anas Ma’ruf, dan PPTK Eko sudah tanda tangan berita acara pemeriksaan fisik pasar Manggisan,” beber Herdian.

Meski kejaksaan sudah mengantongi sekoper dokumen dari kantor UKPBJ, tetapi tidak ada temuan kasus selain Pasar Manggisan. Data dan informasi yang terungkap di publik dari Kejaksaan ketika itu sama sekali belum terdengar nama Fariz apalagi Dodik. Nama Fariz baru terdengar publik pada 9 Desember 2019 saat dilaksanakan Rapat Dengar Pendapat di Komisi C DPRD Jember atas ambruknya pendopo Kecamatan Jenggawah sepekan sebelumnya (3/12/2019).

Pujo Santoso, Direktur CV Menara Ciptagraha , menyampaikan dalam rapat tersebut bahwa bendera perusahaannya dipinjam oleh Fariz sebagai Konsultan Perencana 5 proyek rehab kecamatan, yakni Kecamatan Jenggawah, Kecamatan Panti, Ambulu, Arjasa, dan Mayang tanpa sepengetahuannya.

Urusan pinjam bendera ini tidak gratis tentu saja. Pujo mendapat upah setidaknya Rp 2 juta per proyek. Namun Pujo mengaku tak tahu apa-apa soal perencanaan proyek itu, karena Fariz hanya meminjam ‘bendera’ perusahaannya. “Itu tanpa sepengetahuan saya,” katanya.

Berikutnya, setelah berjalan hampir dua bulan, 23 Januari 2020 Kejaksaan Negeri Jember kemudian baru menetapkan M. Fariz Nurhidayat sebagai tersangka kasus korupsi proyek senilai lebih dari Rp7,8 miliar itu.

Fariz menjadi tersangka kedua, setelah sehari sebelumnya, yakni Rabu (22/01), Kejaksaan menetapkan mantan Kepala Disperindag Jember Anas Ma’ruf sebagai tersangka. Dua tersangka yang ditetapkan dalam waktu dua hari berturut-turut ini, berasal dari latar belakang yang berbeda. Anas Ma’ruf merupakan ASN yang menjabat sebagai Kepala Disperindag Jember sejak proyek ini bergulir tahun 2019 lalu. Per 3 Januari 2020 lalu, Anas dimutasi menjadi Kepala Dinas Pariwisata Jember. Adapun Fariz merupakan karyawan sebuah perusahaan konstruksi yang dalam proyek ini berperan sebagai konsultan perencana.

Penetapan dua tersangka dalam waktu dua hari ini, seolah menjadi gebrakan sejak Prima menjabat Kepala Kejaksaan Negeri Jember.

“Sesuai janji saya waktu awal saya dilantik, bahwa saya akan buat gebrakan. Karena kita ingin membangun public trust di masyarakat,” ujar Prima kala itu.

Saat awal kasus ini bergulir, jabatan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jember masih dijabat oleh Ponco Hartano dan jabatan Kasi Pidsus dipegang oleh Herdian Rahardi. Pada Juli 2019, Ponco dimutasi sebagai Asintel Kejati Jawa Tengah dan digantikan oleh Prima Idwan Mariza. Dan Kasi Pidsus berganti dari Herdian ke Setyo Adhi Wicaksono pada akhir November 2019.

Dalam beberapa kali kesempatan, Kajari Jember Prima Idwan Mariza berjanji akan menuntaskan beberapa tunggakan perkara. “Saya tidak ingin ada kasus yang ulang tahun (penanganannya lewat dari satu tahun),” ujar Prima saat penyampaian kinerja akhir tahun Kejari Jember pada akhir Desember 2019 lalu.

Kepercayaan publikpun beranjak tumbuh melihat gebrakan Kejaksaan dibawah nakhoda Prima, namun berikutnya kepercayaan tersebut berangsur luntur kembali setelah publik dikejutkan dengan pengakuan Fariz kepada Panitia Angket pada 6 Februari 2020, bahwa semuanya telah direncanakan melalui “Desk Pendopo” bersama Bupati.

“Dia (Fariz) mengaku jatahnya Bupati 10 persen dari uang yang dikumpulkan,” ungkap Wakil Ketua Panitia Angket David Handoko Seto dalam keterangan persnya pada Kamis, 6 Februari 2020.

Pengkondisian proyek dilakukan secara terstruktur dan sistematis melibatkan Bupati Faida dan sejumlah pejabat kepercayaannya. Tempat pengkondisian di Pendopo Wahya Wibawa Graha atau rumah dinas Bupati. “Termasuk Fariz juga ikut dalam kegiatan desk pendopo. sehingga tahu,” tutur David.

Sedangkan, uang hasil persekongkolan proyek APBD, lanjut David ditampung dalam satu rekening sebuah bank atas nama Irawan Sugeng Widodo. “Atau yang dikenal dengan panggilan Pak Dodik,” jelasnya.

Bukti-bukti aliran uang itu juga sudah diberikan Fariz ke Kejaksaan Negeri Jember yang menjeratnya dalam kasus proyek Pasar Manggisan. David membeberkan, dari keterangan Fariz bahwa Dodik yang melanjutkan aliran uang jatah fee 10 persen untuk Bupati Faida.

“Pak Dodik itu rekanan lama Bupati Faida yang dipercaya menggarap proyek di rumah sakit miliknya, yakni Bina Sehat di Jember dan Al Huda di Banyuwangi,” urai Politisi Nasdem ini.

Semakin mengejutkan, ketika hasil temuan Panitia Angket dibuka untuk publik. Dalam dokumen yang dibacakan dalam Paripurna Hasil Panitia Angket tanggal 20 Maret 2020 tercantum jelas bahwa pengkondisian proyek melalui “Desk Pendopo” tersebut ternyata tidak hanya proyek rehab Pasar Manggisan dan Kantor Kecamatan Jenggawah yang ambruk, tetapi melibatkan proyek paket pekerjaan jasa konsultasi perencanaan untuk rehab 31 Kantor Kecamatan, 50 Puskesmas dan Pustu se Kabupaten Jember,  proyek gedung rawat jalan 4 lantai RSD dr Soebandi, 9 pekerjaan ruang terbuka hijau (RTH) dan 14 pekerjaan Revitalisasi Pasar Tradisional.

Selain nama Bupati Faida, nama-nama yang tersebutkan mengikuti desk pendopo dalam Hasil Temuan Panitia Angket adalah dr Benny, Sugeng Irawan Widodo, Dina dan Fariz sendiri. Kesemuanya, kecuali Fariz, adalah teman baik Bupati Faida sejak sebelum menjadi Bupati.

Sedang pejabat Pemkab yang disebutkan ikut dalam desk pendopo antara lain Sdr. Imam Achmad Fauzi (Ka. Bappeda), Danang Andriasmara (Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PU Cipta Karya), Yessiana Arifa (Plt. Ka Dinas PUCK), dr Nurul (Kadinkes), dr Endro (Direktur RSD dr Soebandi), dan Anas Makruf (Ka Disperindag) serta Eko Wahyu Septantono PPK Disperindag.

Sedikit menggembirakan publik Jember ketika kemudian pada 11 Februari 2020, Kejaksaan menetapkan status Tersangka kepada teman dekat Bupati Faida, Sugeng Irawan Widodo alias Dodik pimpinan perusahaan dimana Fariz bekerja sebagai karyawannya. Tetapi kembali kepercayaan kepada APH berbaju coklat ini menyusut, tatkala pada 20 April 2020 Kejaksaan mempublish terdakwa kasus pasar manggisan hanya terbatas pada mantan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jember, Anas Maruf; direktur PT. Maksi Solusi Enjinering, Irawan Sugeng Widodo alias Dodik yang menjadi perencana proyek; Edy Sandy sebagai pelaksana proyek pembangunan pasar, serta Muhammad Fariz Nurhidayat yang merupakan karyawan perusahaan milik Dodik.

Akhirnya diketahui, ternyata Vonis di Pengadilan Tipikor Surabaya pada 15 September 2020 telah memutuskan, Fariz sebagai karyawan perusahaan di hukum 5 Tahun penjara, sedangkan bos pemilik perusahaannya sendiri yang juga kawan dekat Bupati Jember Faida, malah dinyatakan bebas.

Kasi Pidsus Setyo Adhi Wicaksono merasa kaget dengan putusan yang sangat timpang tersebut, “Kami terkejut ada yang malah bebas dan majelis hakim tidak bulat putusannya, satu hakim dissenting opinion,” katanya.

Setyo menyebut, yang bebas dikategorikan sebagai aktor intelektual, yakni terdakwa Irawan Sugeng Widodo alias Dodik, Direktur PT Maksi Solusi Enjinering.

“Dia (Dodik) yang nyuruh terdakwa Muhamad Fariz Nurhidayat menggarap proyek perencanaan Pasar Manggisan. Dan terbukti terima uang dari banyak proyek sekitar Rp3 miliar,” ungkapnya.

Putusan bebas terhadap Dodik kawan dekat Faida berbeda jauh dibandingkan dengan terdakwa lainnya yang terlibat dalam perkara korupsi Pasar Manggisan. Terdakwa Edhy Sandy Abdur Rahman, rekanan pelaksana dari PT Dita Putri Waranawa divonis hukuman 6 tahun penjara, denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan, dan wajib membayar uang pengganti kerugian negara Rp1,1 miliar. Dan terdakwa Muhamad Fariz Nurhidayat, pekerja PT Maksi Solusi Enjinering divonis 5 tahun penjara, denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan, dan harus membayar pengganti kerugian negara Rp90 juta.

Semua nama pejabat dan pengusaha yang tersebutkan dalam Hak Angket tersebut diketahui telah diperiksa oleh Kejaksaan kecuali dr Beny dan Bupati Faida.

Bagaimana dengan pemeriksaan terhadap Bupati Faida ? Kasi Pidsus dalam sebuah pemberitaan media menyatakan pemeriksaan Faida tidak dimungkinkan karena sudah memasuki tahun politik. Kasi Intel malah menyatakan, bukan tidak akan dilakukan, tetapi ditunda.

Kepala Seksi Pidana Khusus Setyo Adhi Wicaksono mengakui mendapati keterangan para saksi tentang pertemuan dalam rumah dinas Bupati.

Namun, kejaksaan belum pernah mengklarifikasi pertemuan Bupati Jember dengan rekanan, yakni Direktur PT Maksi Solusi Enjinering Irawan Sugeng Widodo alias Dodik.

Kejaksaan tidak melakukan pemanggilan, karena Bupati disebutnya sedang mencalonkan diri di Pilkada serentak tahun itu. Pemanggilan ke Bupati Jember dikhawatirkan akan menjadi komoditas politik.

“Menunda penyelidikan, penyidikan, dan eksekusi perkara tindak pidana korupsi terhadap calon kepala daerah yang ikut serta kontestasi pemilihan kepala daerah tahun 2020 sejak ditetapkan sebagai calon kepala daerah sampai dengan pelantikan dan selesainya seluruh rangkaian dan tahapan pemilihan,” katanya membacakan surat edaran Jaksa Agung.

Meskipun termaktub ketentuan yang mengatur waktu berlakunya “sejak ditetapkan sebagai calon kepala daerah” Adhi tetap bersikukuh pemanggilan tidak serta merta bisa dilakukan.

Kepala Seksi Intelijen Agus Budiarto menjawab hal itu dalam audiensi bersama aktivis GRJ (Gerakan Reformasi Jember) rabu 17/6/2020 bahwa ada instruksi dari Jaksa Agung.

“Bukan tidak bisa, tapi menunda. Tegas loh ya. Semua, desk apa itu akan diperiksa di persidangan. Kalau ada pengembangan, jaksa pasti menindaklanjuti. Ditunggu saja, ini masih proses,” tutur Agus kala itu.

Dan, akhirnya publikpun mahfum, 17 Februari 2021 lusa, Faida resmi tak lagi menjabat sebagai Bupati Jember bersamaan dengan kabar Kajari Prima dimutasi.

Oleh : Kustiono Musri