107 Milyar Uang Rakyat Berpotensi Tidak Bisa Dipertanggung Jawabkan. Akankah berujung Penjara ?
Oleh Kustiono Musri
Gonjang-ganjing 107 Milyar Kas uang rakyat yang berpotensi tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh Pemkab Jember, sejak awal sebenarnya sudah diprediksi oleh banyak pihak.
Masih segar dalam ingatan sebagian besar elit di Jember, saat itu, Pemkab Jember kembali menemui jalan buntu kesekian kalinya untuk mendapatkan persetujuan bersama DPRD mengesahkan APBD 2020. Masing-masing pihak bersikukuh dengan pendirian masing-masing.
Dan seperti sebelumnya ketika membahas APBD 2018, cara instan yang dipakai oleh Bupati Faida adalah dengan menggunakan Perkada APBD. Kalau meminjam kalimat dari seorang pejabat Pemprov Jatim, APBD Jember tahun 2018 itu seperti Perkada Rasa Perda.
Kondisi kritis saat itu bertepatan dengan awal pandemi Covid-19 yang mengharuskan semua Kepala Daerah se Indonesia melakukan Refocusing Anggaran. Singkat kata, meski belum memiliki Perda APBD 2020, Jember akhirnya mengajukan anggaran terbesar tingkat Kabupaten se Indonesia. 479 Milyar.
Kebijakan spektakuler sekaligus kontroversial Bupati Faida ditengah pandemi Covid-19 yang menganggarkan anggaran penanganan Covid-19 sebesar 479 Milyar rupiah dana APBD tanpa melibatkan peran dan fungsi DPRD Jember, akhirnya menjadi perhatian nasional.
Dalam rapat dengar pendapat DPR RI Komisi III bersama KPK sekira bulan Juli 2020, politisi Gerindra Habiburohman sempat menyebut Jember dengan anggaran besarnya tersebut, dan meminta kepada Ketua KPK Firly untuk “mengejar”nya.
Bahkan lebih ramai lagi ketika rapat dengar pendapat di Komisi II bersama Mendagri Tito Karnavian. Potensi rawannya penyelewengan anggaran Covid dan Bansos menjelang Pilkada oleh Kepala Daerah yang disampaikan oleh Mendagri, mendapat tanggapan serius dari Johan Budi, politisi PDI Perjuangan dan kontan disambut dengan interupsi tentang yang terjadi di Jember oleh Wakil rakyat dari Dapil Jember Lumajang dari PDI Perjuangan Arif Wibowo, juga oleh Mardani Ali Sera dari PKS, dan pimpinan sidang Ketua Komisi III Ahmad Doli Kurnia Tanjung dari Golkar.
Kekhawatiran banyak pihak tersebut semakin tergambar dari rilis hasil survey Citra Publik oleh Lembaga Survey LSI Denny JA. Rilis ini disampaikan pada publik melalui konpres di Hotel Aston Jember Selasa 28 Juli 2020.
Dalam hal kinerja pemerintah dalam menangani Covid-19, hasil survei menemukan setidaknya 5 (Lima) persepsi negative atau rapor merah atas kinerja Pemerintah Kabupaten Jember. Pertama, mayoritas publik (57,2%) menyatakan tidak pernah mendapat bantuan sosial. Mereka yang menyatakan pernah mendapat bantuan sebesar 30,3% dan 12,5% tidak menjawab.
Mereka yang menyatakan tidak pernah mendapat bantuan sosial, dari segmen etnis Madura (54,2%) menyatakan tidak pernah menerima bantuan sosial. Etnis lain yang tidak pernah menerima bantuan yaitu Jawa (61,2%) dan Lainnya (16,7%)
Semakin memuncak kekhawatiran penyimpangan itu ketika publik lagi lagi dikagetkan dengan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK tentang Kepatuhan atas Belanja Pengadaan Barang/Jasa Tahun anggaran 2019 dan Belanja Penanganan Covid-19 Tahun 2020 yang terbit bulan Januari 2021.
Berdasarkan pembukuan Bendahara Pengeluaran Belanja Tidak Terduga (BTT) Covid-19 pada BPBD sampai dengan 31 Oktober 2020, dari total dana BTT yang sudah dicairkan dari Kasda ke rekening Bendahara Pengeluaran sebesar Rp.219,961 milyar tersebut, baru dibelanjakan sebesar Rp.125,731 milyar. Sisanya masih berupa kas di rekening Bendahara Pengeluaran. Dana yang telah dibelanjakan tersebut, seluruhnya belum diajukan pengesahan SPJ kepada Bendahara Umum Daerah-BUD (dengan penerbitan SP2D Nihil) sehingga dalam LRA per 31 Oktober 2020 pada aplikasi SIMDA, realisasi BTT masih nihil.
Kepala BPBD selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) BTT telah mencairkan anggaran BTT dalam rentang waktu antara tanggal 20 April 2020 s.d. 8 September 2020 sebanyak 59 Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) Tambahan Uang (TU) dengan nilai total sebesar Rp.219,961 milyar, namun sampai dengan pemeriksaan berakhir belum ada yang diajukan pengesahan SPJ kepada BUD.
Kondisi tersebut jelas melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2020 tentang Pengutamaan Penggunaan Alokasi Anggaran Untuk Kegiatan Tertentu, Perubahan Alokasi Dan Penggunaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah
Februari 2021, publik Jember akhirnya semakin kaget, ketika ribuan tenda lipat yang dibeli dengan menggunakan anggaran Satgas Covid-19 ditemukan teronggok mangkrak begitu saja di gudang milik Badan Mertrologi di Jalan Trunojoyo, Kepatihan, Kecamatan Kaliwates, Jember.
Mangkraknya 1.223 unit tenda bantuan yang rencananya untuk pedagang pasar terdampak wabah penyakit yang disebabkan virus corona itu terungkap saat Pansus Covid-19 DPRD Jember rapat dengar pendapat dengan Satgas Penanganan Covid-19, Selasa (23/2/2021) di gedung DPRD.
Puncaknya, LHP BPK 2020 yang dipublish beberapa hari lalu. 107 Milyar ternyata benar benar tidak bisa disahkan SPJnya oleh Bendahara Umum Daerah. Dan oleh BPK disimpulkan berpotensi tidak dapat dipertanggung jawabkan.
Yang menarik, atas 107 Milyar tersebut, BPK merekomendasikan kepada Bupati Jember Hendy Siswanto agar memerintahkan PA, KPA, PPK,PPTK, dan Bendahara Pengeluaran untuk mempertanggungjawabkan dana sebesar Rp107 Milyar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Infonya, Bupati Hendy Siswanto telah memerintahkan sebanyak 33 pejabat yang bertanggung jawab untuk memenuhi panggilan BPK.
Desas desus yang saya dengar, meski masih ada satu pejabat yang menutup-nutupi, namun 32 pejabat lainnya sudah mengakui semuanya dan telah menjelaskan penyebab serta atas perintah siapa 107 Milyar Uang Rakyat itu berpotensi Tidak Bisa Dipertanggung Jawabkan.
Akankah berujung penjara ? Wallahu alam bishowab.
Oleh : Kustiono Musri