Jember, 6 Agustus 2020


Tuntutan yang sama-sama 7 tahun dan 6 bulan penjara dari Jaksa Penuntut Umum kepada Direktur dan Karyawan Perusahaan Konsultan Perencana  Proyek Pasar Manggisan, dinilai sangat tidak adil oleh Maya, istri salah satu dari 4 terdakwa kasus pasar Manggisan.

Tuntutan kepada suami Maya, Muhammad Fariz Nurhidayat, sang Justice Colaborator kasus korupsi Pasar Manggisan yang sempat menyebut adanya keterlibatan Bupati Faida dalam semua proyek di Pemkab Jember dinilai penuh kejanggalan. Keberadaan pendampingan LPSK terhadap Fariz, seperti tidak ada artinya bagi Kejaksaan Negeri Jember dalam menyusun tutuntannya.

“Tuntutan jaksa seperti ini jelas terasa amat sangat tidak adil buat saya, buat mas Fariz dan buat keluarga. Karena Mas Fariz itu kan hanya seorang karyawan. Dan semua yang dilakukan mas Fariz itu atas perintah pimpinannya. Kenapa tuntutannya sama dengan tuntutannya kepada Pak Irawan” keluhnya pada newsXfile.com saat ditemui di rumahnya Rabu malam 5 Agustus 2020.

Maya, yang didampingi penasehat hukum suaminya, malam itu sedang menemui Bu Susi, salah satu Wakil Ketua LPSK yang sengaja datang ke Jember bersama 2 petugas LPSK lainnya, namun sayangnya ketiga petugas LPSK tersebut tidak bersedia berkomentar dan tidak bersedia diambil gambarnya.

“Pengakuan mas Fariz sudah diakui semua oleh pak Irawan, termasuk hasil dari pekerjaannya, semua ditransfer ke rekening pribadi Pak Irawan” sambungnya.

“Mas Fariz selama bekerja di perusahaan Pak Irawan, hanya menerima gaji, sedang penghasilan perusahaan semuanya telah ditransfer ke rekening pribadi pak Irawan, dan sudah diakui telah diterima sendiri oleh Pak Irawan” ujarnya.

“Apakah karena mas Fariz ini satu satunya terdakwa yang berani buka-bukaan, bicara sebenarnya, berani jujur sehingga diperlakukan tidak adil seperti ini ?” tanya  Maya sambil terlihat menahan linangan air matanya berderai.

Seperti diketahui, pada sidang lanjutan kasus korupsi pasar Manggisan selasa lalu, mantan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Jember Anas Ma’ruf dituntut hukuman penjara 4 tahun 6 bulan oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara korupsi proyek Pasar Manggisan. Tuntutan dibacakan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya di Sidoarjo, Selasa, 4 Agustus 2020. Sidang sempat molor hingga petang hari karena padatnya jadwal sidang.

Dengan tuntutan 4,5 tahun penjara, Anas menjadi terdakwa yang tuntutannya paling ringan. Anas juga tidak dituntut mengembalikan kerugian negara. Sebab, dalam persidangan, Anas tidak terbukti menerima aliran dana yang dikorupsi.

Tuntutan Anas ini berbeda dengan tiga terdakwa lainnya yang berasal dari kalangan swasta. Ketiganya dituntut hukuman 7 tahun dan 6 bulan penjara dan harus mengembalikan kerugian negara yang nominalnya bervariasi.

Sugeng Irawan Widodo alias Dodik sebagai konsultan perencana dituntut mengembalikan kerugian negara Rp90,2 juta secara tanggung renteng dengan anak buahnya, Muhammad Fariz Nurhidayat.

Terdakwa Edhi Sandhi yang merupakan pelaksana proyek dituntut mengembalikan kerugian negara sebesar Rp1,181 miliar

Sebelumnya, Fariz diketahui telah mengajukan permohonan sebagai Justice Collaborator (JC) atau pelaku yang bekerjasama kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Baca Juga : http://www.newsxfile.com/2020/08/06/jejak-persengkongkolan-di-kasus-korupsi-pasar-manggisan/

Dari berbagai sumber pemberitaan media sebelumnya, diketahui penyelidikan dugaan kasus Korupsi Pasar Manggisan sebenarnya sudah bergulir sejak setahun lalu. Tepatnya tanggal 17 Juni 2019 silam, Kejaksaan Negeri Jember telah melakukan penyegelan sebagai tanda dimulainya penyelidikan.

Kemudian, pada tanggal 20 Juni 2019 kejaksaan tiba-tiba menggeledah kantor Disperindag ESDM. Pada hari yang sama ketika itu, korps Adhyaksa juga menggeledah kantor Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ). Hasilnya, Kejaksaan menyita satu koper dokumen serta sejumlah soft copy dari kedua instansi tersebut. Berikutnya pada tanggal 1 Agustus 2019 lalu, Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus kala itu, Herdian mengungkapkan, penyidik telah mendapati temuan yang mengarah ke penyimpangan.

“Ada kekurangan bahan dari sisi kuantitas maupun kualitas. Dan diakui semua oleh para pihak. Kontraktornya Agus Salim, PPK nya Anas Ma’ruf, dan PPTK Eko sudah tanda tangan berita acara pemeriksaan fisik pasar Manggisan,” beber Herdian.

Meski kejaksaan sudah mengantongi sekoper dokumen dari kantor UKPBJ, tetapi tidak ada temuan kasus selain Pasar Manggisan. Data dan informasi yang terungkap di publik dari Kejaksaan ketika itu sama sekali belum terdengar nama Fariz apalagi Dodik. Nama Fariz baru terdengar publik pada 9 Desember 2019 saat dilaksanakan Rapat Dengar Pendapat di Komisi C DPRD Jember bersama stake holder atas ambruknya pendopo kecamatan Jenggawah sepekan sebelumnya (3/12/2019).

Pujo Santoso, Direktur CV Menara Ciptagraha , menyampaikan dalam rapat tersebut bahwa bendera perusahaannya dipinjam oleh Fariz sebagai Konsultan Perencana 5 proyek rehab kecamatan, yakni Kecamatan Jenggawah, Kecamatan Panti, Ambulu, Arjasa, dan Mayang tanpa sepengetahuannya. Menurutnya, awalnya Fariz meminjam benderanya untuk proyek Dinas Kesehatan, tetapi kemudian tanpa sepengetahuannya, bendera perusahaannya juga dipakai Fariz pada pekerjaan-pekerjaan lainnya.

Urusan pinjam bendera ini tidak gratis tentu saja. Pujo mendapat upah setidaknya Rp 2 juta per proyek. Namun Pujo mengaku tak tahu apa-apa soal perencanaan proyek itu, karena Fariz hanya meminjam ‘bendera’ perusahaannya. “Itu tanpa sepengetahuan saya,” katanya.

Berikutnya, setelah berjalan hampir dua bulan, 23 Januari 2020 Kejaksaan Negeri Jember kemudian baru menetapkan M. Fariz Nurhidayat sebagai tersangka kasus korupsi proyek senilai lebih dari Rp7,8 miliar itu.

Fariz menjadi tersangka kedua, setelah sehari sebelumnya, yakni Rabu (22/01), Kejaksaan menetapkan mantan Kepala Disperindag Jember Anas Ma’ruf sebagai tersangka. Dua tersangka yang ditetapkan dalam waktu dua hari berturut-turut ini, berasal dari latar belakang yang berbeda. Anas Ma’ruf merupakan ASN yang menjabat sebagai Kepala Disperindag Jember sejak proyek ini bergulir tahun 2019 lalu. Per 3 Januari 2020 lalu, Anas dimutasi menjadi Kepala Dinas Pariwisata Jember. Adapun Fariz merupakan karyawan sebuah perusahaan konstruksi yang dalam proyek ini berperan sebagai konsultan perencana.

Penetapan dua tersangka dalam waktu dua hari ini, seolah menjadi gebrakan sejak adanya pergantian kepemimpinan di tubuh Kejaksaan Negeri Jember. Kasus ini mulai menggelinding saat Kejaksaan menyegel Proyek Pasar Manggisan pada 17 Juni 2019 silam. Namun hingga berganti tahun, kasus ini belum juga mengalami perkembangan signifikan hingga akhirnya Kejari Jember menetapkan tersangka pertama pada Rabu (22/01).

“Sesuai janji saya waktu awal saya dilantik, bahwa saya akan buat gebrakan. Karena kita ingin membangun public trust di masyarakat,” ujar mantan Kasi Intel Kejari Tangerang Selatan ini.

Saat awal kasus ini bergulir, jabatan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jember dipegang oleh Ponco Hartano dan jabatan Kasi Pidsus dipegang oleh Herdian Rahardi. Pada Juli 2019, Ponco dimutasi sebagai Asintel Kejati Jawa Tengah dan digantikan oleh Prima Idwan Mariza. Adapun jabatan Kasi Pidsus berganti dari Herdian ke Setyo Adhi Wicaksono pada akhir November 2019.

Seperti halnya Setyo, dalam beberapa kali kesempatan, Kajari Jember Prima Idwan Mariza berjanji akan menuntaskan beberapa tunggakan perkara. “Saya tidak ingin ada kasus yang ulang tahun (penanganannya lewat dari satu tahun),” ujar Prima saat penyampaian kinerja akhir tahun Kejari Jember pada akhir Desember 2019 lalu.

Kepercayaan publikpun beranjak tumbuh melihat gebrakan Kejaksaan dibawah nakhoda barunya, namun berikutnya kepercayaan tersebut berangsur luntur kembali setelah publik dikejutkan dengan pengakuan Fariz kepada Panitia Angket pada 6 Februari 2020, bahwa semuanya telah direncanakan melalui “Desk Pendopo” bersama Bupati.

“Dia (Fariz) mengaku jatahnya Bupati 10 persen dari uang yang dikumpulkan,” ungkap Wakil Ketua Panitia Angket David Handoko Seto dalam keterangan persnya pada Kamis, 6 Februari 2020 di depan pintu Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Jember.

Pengkondisian proyek dilakukan secara terstruktur dan sistematis melibatkan Bupati Faida dan sejumlah pejabat kepercayaannya. Tempat pengkondisian di Pendopo Wahya Wibawa Graha atau rumah dinas Bupati. “Termasuk Fariz juga ikut dalam kegiatan desk pendopo. sehingga tahu,” tutur David.

Sedangkan, uang hasil persekongkolan proyek APBD, lanjut David ditampung dalam satu rekening sebuah bank atas nama Irawan Sugeng Widodo. “Atau yang dikenal dengan panggilan Pak Dodik,” jelasnya. Bukti-bukti aliran uang itu juga sudah diberikan Fariz ke Kejaksaan Negeri Jember yang menjeratnya dalam kasus proyek Pasar Manggisan. David membeberkan, dari keterangan Fariz bahwa Dodik yang melanjutkan aliran uang jatah fee 10 persen untuk Bupati Faida. “Pak Dodik itu rekanan lama Bupati Faida yang dipercaya menggarap proyek di rumah sakit miliknya, yakni Bina Sehat di Jember dan Al Huda di Banyuwangi,” urai Politisi Nasdem ini.

Semakin mengejutkan ketika hasil temuan Panitia Angket dibuka untuk publik. Dalam dokumen yang dibacakan dalam Paripurna Hasil Panitia Angket tanggal 20 Maret 2020 tercantum jelas bahwa pengkondisian proyek melalui “Desk Pendopo” tersebut ternyata tidak hanya proyek rehab Pasar Manggisan dan Kantor Kecamatan Jenggawah yang ambruk, tetapi melibatkan proyek paket pekerjaan jasa konsultasi perencanaan untuk rehab 31 Kantor Kecamatan, 50 Puskesmas dan Pustu se Kabupaten Jember,  proyek gedung rawat jalan 4 lantai RSD dr Soebandi, 9 pekerjaan ruang terbuka hijau (RTH) dan 14 pekerjaan Revitalisasi Pasar Tradisional.

Selain nama Bupati Faida, nama-nama yang tersebutkan mengikuti desk pendopo dalam Hasil Temuan Panitia Angket adalah dr Benny, Sugeng Irawan Widodo, Dina dan Fariz sendiri. Kesemuanya, kecuali Fariz, adalah teman baik Bupati Faida sejak sebelum menjadi Bupati. Sedang pejabat Pemkab yang disebutkan ikut dalam desk pendopo antara lain Sdr. Imam Achmad Fauzi (Ka. Bappeda), Danang Andriasmara (Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PU Cipta Karya), Yessiana Arifa (Plt. Ka Dinas PUCK), dr Nurul (Kadinkes), dr Endro (Direktur RSD dr Soebandi), dan Anas Makruf (Ka Disperindag) serta Eko Wahyu Septantono PPK Disperindag.

Sedikit menggembirakan publik Jember ketika kemudian pada 11 Februari 2020, Kejaksaan menetapkan status Tersangka kepada teman dekat Bupati Faida, Sugeng Irawan Widodo alias Dodik pimpinan perusahaan dimana Fariz bekerja sebagai karyawannya. Tetapi kembali kepercayaan kepada APH berbaju coklat ini menyusut, tatkala pada 20 April 2020 Kejaksaan mempublish terdakwa kasus pasar manggisan hanya terbatas pada mantan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jember, Anas Maruf; direktur PT. Maksi Solusi Enjinering, Irawan Sugeng Widodo alias Dodik yang menjadi perencana proyek; Edy Sandy sebagai pelaksana proyek pembangunan pasar; serta Muhammad Fariz Nurhidayat yang merupakan karyawan perusahaan milik Dodik.

Semua nama pejabat yang tersebutkan dalam Hak Angket tersebut diketahui telah diperiksa oleh Kejaksaan kecuali dr Beny. Bagaimana dengan pemeriksaan terhadap Bupati Faida ? Kasi Pidsus dalam sebuah pemberitaan media menyatakan pemeriksaan Faida tidak dimungkinkan karena sudah memasuki tahun politik. Kasi Intel malah menyatakan, bukan tidak akan dilakukan, tetapi ditunda.

Kepala Seksi Pidana Khusus Setyo Adhi Wicaksono mengakui mendapati keterangan para saksi tentang pertemuan dalam rumah dinas Bupati.

Namun, kejaksaan belum pernah mengklarifikasi pertemuan Bupati Jember dengan rekanan, yakni Direktur PT Maksi Solusi Enjinering Irawan Sugeng Widodo alias Dodik yang kini jadi terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Kejaksaan tidak melakukan pemanggilan, karena Bupati disebutnya sedang mencalonkan diri di Pilkada serentak tahun ini. Pemanggilan ke Bupati Jember dikhawatirkan akan menjadi komoditas politik.

“Menunda penyelidikan, penyidikan, dan eksekusi perkara tindak pidana korupsi terhadap calon kepala daerah yang ikut serta kontestasi pemilihan kepala daerah tahun 2020 sejak ditetapkan sebagai calon kepala daerah sampai dengan pelantikan dan selesainya seluruh rangkaian dan tahapan pemilihan,” katanya membacakan surat edaran Jaksa Agung.

Meskipun termaktub ketentuan yang mengatur waktu berlakunya ‘sejak ditetapkan sebagai calon kepala daerah’ Adhi tetap bersikukuh pemanggilan tidak serta merta bisa dilakukan. Sementara, di Peraturan KPU No 5 tahun 2020 yang baru menyebutkan, penetapan calon kepala daerah dijadwalkan tanggal 23 September.

Kepala Seksi Intelijen Agus Budiarto menjawab hal itu dalam audiensi bersama aktivis GRJ (Gerakan Reformasi Jember) rabu lalu (17/6/2020) bahwa ada instruksi dari Jaksa Agung.

“Bukan tidak bisa, tapi menunda. Tegas loh ya. Semua, desk apa itu akan diperiksa di persidangan. Kalau ada pengembangan, jaksa pasti menindaklanjuti. Ditunggu saja, ini masih proses,” tutur Agus.

(Kus)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back To Top