JEMBER – Lengkaplah sudah penderitaan masyarakat Jember. Ditengah ketiadaan anggaran dan kegaduhan dualisme pemerintahan di Kabupaten Jember, bencana banjir datang melanda.
Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jember menyebut, saat ini sudah mencapai jumlah 3.986 kepala keluarga (KK) terdampak banjir yang tersebar di 12 desa dalam 5 kecamatan. Rinciannya, 1 desa di Kecamatan Bangsalsari, 2 desa di Kecamatan Tanggul, 3 desa di Kecamatan Gumukmas, 3 desa di kecamatan Puger, dan 3 desa di Kecamatan Tempurejo.
Makin menyedihkan, korban bencana dalam kondisi difabel bernama Fangki (21), warga Dusun Jadukan, Desa Mojosari, Kecamatan Puger kehilangan nyawa akibat banjir. Sementara ini, ribuan rumah dan sejumlah fasilitas pendidikan serta pondok pesantren termasuk yang terendam air. Banyak warga harus mengungsi ke tempat yang lebih aman.
“Kali ini adalah banjir terbesar yang melanda Kabupaten Jember selama beberapa tahun terakhir,” tutur Heru Widagdo, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Jember, Jum’at 15 Januari 2021.
Penyebab banjir diperkirakan lantaran Sungai Bedadung yang merupakan sungai terbesar di Jember berikut sejumlah anak sungainya, tidak mampu menampung air hujan selama tiga hari terakhir. Sehingga, luapan air meluber hingga ke wilayah pemukiman warga.
Ketinggian air banjir bervariasi, antara 30 cm hingga 1 meter. Penanganan darurat bencana dilakukan dengan mengutamakan kelompok rentan seperti lanjut usia, perempuan, dan anak-anak. “Bagi warga terdampak, kami evakuasi di posko penyelamatan, seperti balai desa dan gedung sekolah,” terang Heru.
Ketua Komisi C DPRD Jember, David Handoko Seto politisi Partai Nasdem yang selama ini dikenal getol dalam hal-hal kebencanaan seperti ini, terlihat sangat aktif terlibat dalam penanganan banjir kali ini. Bencana kali inipun, ia langsung mengerahkan puluhan personil dari Baret NasDem untuk terjun langsung ke lokasi membantu penanganan banjir
Ia mengatakan, kondisi korban terdampak sangat memprihatinkan. Sebab, tidak ada bantuan yang memadai dari Pemkab Jember.
“Warga yang mengungsi butuh dibantu pasokan makanan, selimut, dan obat-obatan. Tapi, yang dikirim tidak cukup. Misalnya tadi malam di Tempurejo, ada ratusan pengungsi, namun selimut yang dikirim cuma 12 biji. Itupun datangnya sudah tengah malam,” ujarnya kesal.
Menurutnya, hal ini diakibatkan Pemkab Jember tidak punya anggaran. Stok logistik di gudang BPBD sudah sangat menipis. Bahkan, David memastikan seluruh petugas baik ASN maupun honorer Pemkab Jember yang masih berjibaku memberi pertolongan terhadap warga, hingga kini bekerja tanpa gaji dan anggaran operasional sepeserpun.
“Beruntung di Jember ini masih banyak elemen masyarakat yang peduli. Relawan-relawan bergerak dengan sendirinya. Kalau tidak, entah bagaimana nasib para warga terdampak banjir?,” tuturnya.
Dari pantauan, warga terdampak banjir ditolong oleh petugas BPBD, TNI/Polri serta relawan dari berbagai kelompok melalui evakuasi dan pemberian bantuan logistik. Tambahan bantuan diperkirakan malah akan datang dari BPBD Provinsi Jawa Timur. “Sedang dalam perjalanan untuk memberikan bantuan. Akan segera tiba dari BPBD Jawa Timur,” lanjut Heru menambahkan.
Seperti diketahui, anggaran di Pemkab Jember sampai dengan berita ini ditulis, belum juga memiliki payung hukum. Perkada yang diusulkan Bupati Faida ke Gubernur, ditolak dan diminta untuk direvisi sesuai regulasi yakni hanya untuk belanja wajib dan mengikat, namun ternyata revisi yang dilakukan masih hanya sebatas covernya saja.
Terakhir, diketahui ada dokumen kontroversial yang beredar dipublik tentang Perbup APBD yang ditandatangani dan diundangkan oleh PLH Sekda Achmad Imam Fauzy. Ironisnya, tanpa persetujuan Gubernur.
Akibatnya, seluruh ASN dan honorer Pemkab Jember, sampai kini masih belum mendapatkan hak keuangan tersebut. Tagihan bulanan untuk listrik, air, BBM, rekening telepon, dan sebagainya juga belum terbayarkan.
Pewarta : Kustiono Musri