Pembangkangan Birokrat Pasca Pemulihan Birokrasi Jember

Posted on

Pasca pengembalian pejabat pada posisi sesuai rekomendasi Mendagri oleh PLt.Bupati Jember KH.Abdul Muqie Arief jum’at pekan lalu, mulai berdampak terhadap psikologi pejabat yang menentukan arah kebijakan berbagai program pemerintah.

Perbedaan perubahan psikologis para pejabat tersebut terlihat jelas disuasana rapat di ruang Komisi A DPRD harini yang mengagendakan dua agenda rapat. Paginya bersama PU Cipta Karya, namun PLt Kepala PU.Cipta Karya  Yessiana tidak bersedia hadir, sedang siangnya rapat Komisi A bersama Dispemades dihadiri oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (Dispemasdes) Jember, Eko Heru Sunarso.

Desas desus terjadinya perlawanan terhadap pemulihan birokrasi dan pembangkangan birokrasi pasca prosesi pengembalian pejabat menjadi semakin terang benderang.

Fakta hari ini memberikan satu petunjuk, bahwa birokrat yang harusnya menjalankan sesuatu berdasarkan peraturan perundang-undangan, harusnya tidak mengambil sikap-sikap pribadi. Ketidak hadiran Yessy di DPRD ini sikap pribadi” ujar Ketua Komisi A Tabroni kepada sejumlah media kamis (19/11/2020).

Tabroni menyimpulkan, ketidak hadiran Kepala PU Cipta Karya dengan hanya mengirimkan selembar surat tersebut seperti pembangkangan birokrasi terhadap pemerintahan daerah.

“Ada surat yang dikirimkan kepada kami, satu lembar tidak ada kop kedinasan, hanya surat yang ditandatangani oleh Yesiana Arifa. Kami tidak tahu ia bertandatangan sebagai apa, karena tidak ada jabatan samasekali (yang dicantumkan) dalam surat tersebut” sambungnya.

Dalam suratnya, Yessiana Arifa berdalih dirinya dan staf dilingkungan PU Cipta Karya tidak memiliki wewenang menjalankan tugas. Berikut teks suratnya.

“Saya mohon ijin berhalangan hadir dalam Rapat Koordinasi terkait tugas pokok, fungsi dan tata Kerja OPD yang akan diselenggarakan pada 19 November 2020 dikarenakan sejak KSOTK yang lama dicabut dan diberlakukan Kembali KSOTK 2016 sampai dengan saat ini proses dan berkas administrasi mutasi kepegawaian belum saya terima dengan lengkap sehingga saya maupun para staf di lingkungan DInas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya tidak memiliki wewenang dalam menjalankan tugas.”

Berbeda dengan suasana rapat kedua siang ini, beberapa kali undangan rapat oleh Komisi A tentang Polemik program Satu Desa Satu Dosen (SDSD) yang dijalin antara Pemkab Jember dengan Universitas Jember, tidak pernah dihadiri oleh PLt Kepala Dinas Dispemasdes sebelumnya Edy B.Susilo. Namun kali ini rapat bisa berlangsung dan dihadiri oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (Dispemasdes) Jember, Eko Heru Sunarso.

Terhadap Polemik Program SDSD yang dinilai “kontroversial” oleh banyak pihak, sikap Heru mengindikasikan tidak akan mencairkan anggaran program tersebut.

“Bukan masuk wajib dan mengikat,” jawabnya berpendapat ketika ditanya anggota Dewan tentang sifat anggaran SDSD saat hearing di Komisi A DPRD Jember, Kamis 19 November 2020.

Heru berpedoman pada kondisi Pemkab Jember yang hingga kini masih memakai Perbup APBD. Sesuai aturan, anggaran terbatas hanya untuk kegiatan dalam kategori wajib, mengikat, dan mendesak.

SDSD dirasa Heru membuatnya serba dilematis. Sebab, selain masalah landasan hanya Perbup APBD, sisi masalahnya berikutnya program tersebut telah lebih dulu digulirkan pada bulan Agustus 2020 lalu. Sedangkan, dia baru saja menjabat pada tanggal 13 November.

“Ya ini, yang namanya SDSD progress terlanjur jalan. Manfaatnya apa? kita gak ngomong kesana dulu, sudah kadung MoU. Kami minta LO (legal opinion) ke Kejaksaan, minta saran ke BPK benar enggak?,” urai Heru.

Heru menyampaikan, berupaya mengkaji ulang SDSD yang hanya dikerjasamakan dengan satu kampus. “Kami perjelas dulu, kenapa hanya UNEJ? Kita punya Poltek, yang lain.

Anggota Komisi A, Sunardi meminta anggaran SDSD ditangguhkan supaya menghindarkan dampak kasus hukum yang sangat potensial terjadi.

“Kami sudah dapat berkas panduannya, ternyata belum bisa dikatakan sangat penting. Anggaran katanya awal Rp7 miliar kemudian diubah jadi Rp4 miliar, hanya untuk 100 desa, padahal kita ada 248 desa kelurahan. Ini aneh, pakai Perbup APBD diubah-ubah begitu saja. Wong yang pakai Perda APBD mau mengubah harus melalui perubahan APBD,” keluhnya.

SDSD bagian satu janji politik pasangan Faida – KH Abdul Muqit Arief saat mengikuti Pilkada 2015. Namun, baru dilaksanakan oleh Faida saat jelang akhir masa jabatannya, persisnya ditengah tahap kampanye Pilkada 2020. Kala Kepala Dispemasdes masih dijabat Edy Budi Susilo sebelum berganti ke Heru.

Runtutannya, Faida dengan Rektor Universitas Jember (UNEJ), Iwan Taruna membuat kesepakatan pada tanggal 18 Agustus 2020. Kemudian tanggal 19 Agustus, Faida meneken SK Bupati nomor: 188.45/ 438.3/ 1.12/ 2020 yang memuat susunan tim sekaligus nominal honor untuk dirinya sendiri, pejabat, dan para akademisi.

Honor Tim Koordinasi, Bupati Rp24.000.000; Wakil Bupati Rp18.000.000; Kepala Dispemasdes Rp5.400.000; Kepala Bappeda Rp4.500.000; Sekretaris Dispemasdes Rp3.600.000; Anggota 38 orang PNS Rp114.000.000; Anggota 4 orang non PNS Rp9.600.000;

Honor Kelompok Kerja: Ketua Rp9.000.000; Wakil Ketua Rp7.500.000; Sekretaris Rp7.200.000; Anggota 10 orang Rp60.000.000;

Honor Tenaga Ahli: Sebanyak 248 orang Rp4.464.000.000;

Total anggaran yang akan dikeluarkan sebanyak Rp4.726.800.000 atau Rp4,7 miliar.

Belakangan, tenaga ahli yang direkrut sebanyak 100 dosen dan semuanya dari kampus UNEJ. Rekrutmen bukan dengan seleksi terbuka, melainkan melalui telepon per orang oleh Tim Pokja yang diketuai Prof. Yuli Witono.

UNEJ pernah  meminta pemuatan berita tentang honor SDSD oleh nusadaily.com yang dikutip dari SK Bupati diganti dengan versi lain dari Bagian Humas kampus tersebut. Yakni, dengan masa kerja 4 bulan untuk tim Pokja, dan 3 bulan masa tugas tenaga ahli.

Versi UNEJ sangat berbeda dengan SK Bupati yang menyebut dosen di Pokja maupun dosen tenaga ahli yang masa kerjanya 6 bulan.

Berikut adalah yang menurut versi UNEJ:

Honor Kelompok Kerja terdiri dari Ketua Rp 1.500.000; Wakil Ketua Rp 1.250.000; Sekretaris Rp 1.200.000; Anggota 10 orang Rp 1.000.000;

Honor tenaga ahli sebanyak 100 orang @Rp 3.000.000.

Perbedaan versi nominal honor dan durasi kerja dosen yang terlibat belum terdapat penjelasan lebih lanjut. Apalagi, usai pergantian pejabat Kepala Dispemasdes sebagai leading sektor program SDSD

Reporter : Kustiono Musri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.