Jakarta, Xposfile.com – Jember Berdikari, sekelompok Mahasiswa Jember yang berada di Jakarta, kembali melakukan AKSI JILID II untuk “Mendesak KPK Periksa Faida, Untuk Menindak Lanjuti Temuan BPK dan Untuk Mengungkap Fakta-Fakta Baru Perihal Anggaran Covid 19 Di Jember”.
Kali ini aksi mereka dilakukan di Gedung KPK dan menuntut untuk ditemui salah satu Ketua KPK yang berasal dari Jember Nurul Gufron, namun sayang, meski sempat ditemui petugas KPK, namun yang diinginkan sedang tidak ada ditempat.
“Kami aksi kedua kalinya terkait Faida seperti minggu kemarin. Kami meminta kalau ada Bapak Nurul Gufron (agar menemeui kami)” ujar Korlap Aksi Kanzul Fikri menceritakan kepada Xposfile melalui saluran telpon Kamis sore 24 Juni 2021.
Namun sayangnya, lanjut Kanzul, meski telah berhasil menyerahkan aspirasi berbentuk selembar pers rilis, pihak KPK mengaku bahwa Nurul Gufron sedang tidak berada ditempat, sehingga kami tidak berhasil menyampaikan aspirasi kami kepada salah satu Ketua KPK yang dari Jember.
“Minggu depan kami akan turun lagi, sampai kasusnya terang benderang” pungkasnya.
Dalam rilisnya, Kanzul menyentil kalimat yang diucapkan Tito Karnavian Menteri Dalam Negeri yang sempat mempertanyakan perihal anggaran Covid 19 yang sangat besar sekali dibandingkan dengan Kota Surabaya, di mana secara regional geogerafis lebih besar, dan kasus Covid 19 amat meningkat dibandingkan dengan Kabupaten Jember sendiri.
Begitu juga dengan Firli Bahuri Ketua KPK dalam ceramahnya “Rapat Evaluasi Program Pemberantasan Terintegrasi dan Penandatanganan Kesepakatan Pemanfaatan Aset” di Ruang Bina Praja, Provinsi Sumatra Selatan. Firli menenggarai beberapa oknum Bupati atau Walikota secara sengaja, terkait alokasi anggaran yang memperbesar dana penaganan Covid 19 untuk pencintraan pribadi menjelang Pilkada 2020.
“Ada sebuah daerah kecil, tapi ada daerah yang justeru sangat besar seperti Jember sampai Rp 570 miliar. Usut punya usut ternyata mau pilkada. Ini menjadi perhatian KPK, bukan kami tidak perhatikan ini,” ucap Firli.
Selanjut, Firli menambahkan, kepala daerah yang akan bertarung dipilkada memanfaatkan momen tersebut dengan sengaja membagi-bagikan sendiri bantuan sehingga seolah-olah merupakan bantuan pribadi, padahal dana bansos itu bersumber dari APB dan APBN.
Menurut Kanzul, BPK menemukan keganjilan dalam Laporan Keuangan Daerah (LKPD) Kabupaten Jember tahun anggaran 2020. BPK menemukan dana bantuan tidak terduga (BTT) Covid 19 yang tidak bisa dipertanggung jawabkan sebesar Rp 107, 09 miliar dari total anggaran kurang lebih Rp 500 miliar. Anggaran tersebut dikeluarkan oleh Bupati Jember sebelumnya, Faida.
Tak hanya BTT Covid 19 yang tidak dipertanggung jawabkan, masih ada beberapa lainnya. Seperti, Rp 202 miliar untuk pembelian barang dan jasa, Rp 60 miliar terkait Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Penyelenggaraan Pendidikan Gratis (PPG), Rp 68 miliar belanja pegawai, dan Rp 31 miliar utang jangka pendek. Kejanggalan-kejanggalan tersebut lantaran tidak disertai laporan pertanggung jawaban yang memenuhi standar, laporan lebih tinggi dari realitas, tanpa rekapitulasi, tidak didukung dengan dokumen, sumber yang memadai, dan kelengkapan-kelengkapan lainnya. Buntutnya, BPK memberikan predikat Opini Tidak Wajar (TW) terhadap laporan keuangan dipemerintahan Faida.
“Faida merangkap Ketua Satgas Covid 19 Jember, harus bertanggung jawab penuh dengan temuan BPK, kemana larinya uang Rp 107, 09 miliar tersebut” tulis Kanzul dalam rilisnya.
Hal lain. Sepertihalnya, ditemukannya ribuan pelampung untuk nelayan yang bergambar bupati dan wakil bupati masih tersimpan rapi dan belum didistribusikan. Hal ini juga pernah menjadi sorotan KPK dan terdapat kejanggalan laporan keungan oleh BPK.
Dan perlu dicatat. Anggaran Pemkab Jember untuk penanganan Covid 19 di tahun 2020 menjadi anggaran terbesar kedua secara nasional untuk tingkat kabupaten atau kota, setelah Kota Makassar yang mengalokasikan anggaran sebesar Rp 745 miliar.
Oleh karenya kami sebagai pemuda dan mahasiswa yang tergabung dalam wadah ‘Jember Berdikari’ merasa amat prihatin betul terhadap realita yang terjadi di tempat kelahiran kami. Desas desus yang terjadi harus dituntaskan dan diluruskan oleh pihak yang berwenang. Faida harus bertanggung jawab atas semua ini, sehingga tidak terjadi polemik berkepanjangan.
Oleh karenanya KPK harus segera memanggil dan periksa atas predikat opini tidak wajar oleh BPK. Pemanggilan dan pemeriksaan tersebut untuk menemumukan bukti dan fakta-fakta baru seperti apa sebenarnya yang terjadi, agar tidak terjadi bola liar di kalangan masyarakat, pemuda, mahasiswa, dan lainnya.
Apalagi kapasitas Faida sebagai bupati, ketua Satgas Percepatan Covid 19, dan profesinya sebagai dokter serta pemilik rumah sakit di Jember, di mana sangat paham betul regulasi yang berhubungan dengan penyakit dan bantuan sosial Covid 19.
Dalam pemerintahannya tentu Faida tidak bekerja sendiri dan pasti dibantu oleh dinas-dinas terkait yang beririsan langsung, khususnya bantuan Covid 19 Rp 107,09 miliar yang tak bisa dipertanggung jawabkan.
Diakhir rilisnya, Kanzul menegaskan “Yang benar katakan benar, yang salah katakan salah. Kami dari Jember Berdikari merasa terpanggil untuk mengawal kasus ini sampai selesai dan tuntas” tulisnya tegas.
Berikut adalah tuntutan yang disampaikan Jember Berdikari dalam aksinya di depan gedung KPK ;
- KPK Harus Menindak Lanjuti Temuan BPK Prihal Opini Tidak Wajar Di Kabupaten Jember
- KPK Usut Tuntas Kasus Bantuan Covid19 Di Kabupaten Jember Yang Tidak Bisa Dipertanggung Jawabkan Senilai Rp. 107, 09 Miliar
- KPK Segera Panggil Dan Periksa Faida Serta Para Pejabat Yang Terlibat Prihal Bantuan Dana Covid19 Untuk Menemukan Bukti dan Keterangan Baru.
- Buktikan Hukum Tidak Tumpul Ke Atas
Sebelumnya, sekelompok mahasiswa Jember yang berada di Jakarta dan menamakan dirinya dengan Jember Berdikari ini, 18 Juni lalu sudah melakukan aksi yang sama
Baca : Mahasiswa Jember Aksi Desak KPK Usut Dugaan Korupsi Dana Covid
Pewarta : Kustiono Musri