Xposfile – Jember
Sebagian warga Jember dan kalangan Anggota DPRD Jember bersyukur dan bersuka cita atas terbitnya surat penjatuhan sanksi kepada Bupati Faida oleh Gubernur Jawa Timur atas keterlambatan Pemerintah Kabupaten Jember menetapkan Perda APBD 2020.
Bupati Faida yang sebelumnya telah dimakzulkan secara politis oleh DPRD Jember pada 22 Juli 2020 lalu, melalui Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor: 700/ 1713/060/ 2020 Tentang Penjatuhan Sanksi Administratif Kepada Bupati Jember tertanggal 2 September 2020, resmi telah dinyatakan sebagai satu-satunya pihak yang bersalah dan dijatuhi vonis dengan tidak dibayarkan hak-hak keuangannya selaku Bupati selama 6 (enam) bulan. Hak-hak keuangan yang tidak dikeluarkan meliputi gaji pokok, tunjangan jabatan, tunjangan lainnya, honorarium, biaya penunjang operasional, dan hak-hak keuangan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Polemik tentang siapa bersalah, apakah DPRD dan Bupati atau masing-masing yang harus terkena sanksi atas keterlambatan APBD tersebut telah mencapai klimaks. Hanya Bupati Faida yang dinyatakan melangar dan mendapatkan sanksi, sedang 50 anggota DPRD Jember terhindar dari ancaman sanksi tersebut.
Mendengar berita tersebut, KH. M.Ayyub Saiful Ridjal atau yang lebih suka dipanggil Gus Saif yang sejak tahun kedua pemerintahan Faida selalu terlibat aktif dan berada dalam kelompok yang mengkritisi jalannya pemerintahan Bupati Faida, langsung mengucap syukur.
“Saya sangat bersyukur atas ketegasan pemerintah Provinsi yang telah menjatuhkan sanksi kepada Bupati Jember Faida, mudah-mudahan berikutnya akan meyusul dari pusat, Mendagri khususnya, untuk memberikan sanksi sanksi yang sepatutnya diberikan kepada Faida. Besok kita sama sama (akan melaksanakan) gundul massal” ujar Gus Saif di tempatnya Rumah Indah Sehat (RIS) Kelurahan Baratan Kecamatan Patrang pada Selasa siang 8 September 2020.
Terpisah, seperti dirilis jatim.antaranews.com, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa membenarkan telah memberikan sanksi administratif kepada Bupati Jember Faida berupa tidak dibayarkannya hak-hak keuangan selama enam bulan.
“Karena memang regulasinya demikian,” kata Gubernur Jatim di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Selasa petang.
Sementara, Ahmad Halim, Wakil Ketua DPRD Jember mengaku lega dengan adanya keputusan Gubernur tersebut sebab menurutnya polemik terkait siapa yang salah dalam persoalan Keterlambatan APBD 2020 antara Bupati dan DPRD sudah clear.
” Jadi sudah jelas dan clear, dengan turunnya sanksi tersebut menunjukkan kepada publik bahwa Bupati yang salah menurut penilaian Gubernur,” tegasnya.
Menurut Halim sapaan akrab Wakil Ketua DPRD Jember yang berpenampilan cool ini sudah sesuai dengan wewenangnya untuk memberikan sanksi terkait keterlambatan APBD Jember 2020. Sedangkan tentang pelanggaran terhadap Sistem Merit dan Tata Kelola Pemerintahan yang dilakukan Faida, semua tergantung pada kebijakan Mendagri terkait sanksi apa yang akan diberikannya.
Seperti telah diberitakan, sebelum pemakzulan Faida oleh DPRD Jember pada Rabu, 22 Juli lalu, terhadap tindak lanjut permasalahan di Kabupaten Jember, Mendagri telah menerbitkan surat No.970/4072/SJ Tanggal 15 Juli 2020 yang ditujukan kepada Gubernur Jatim. Persis sepekan sebelum pemecatan secara politis Bupati Faida oleh DPRD Jember.
Baca : https://www.xposfile.com/sah-faida-dinyatakan-melanggar-merit-sistem-oleh-mendagri/
Dalam surat Mendagri tersebut dengan tegas menyebutkan, bahwa permasalahan yang terjadi di Kabupaten Jember dapat diklasifikasikan atas pelanggaran terhadap implementasi merit sistem yang diatur dalam UU 5 tahun 2014 ASN dan Peraturan Pemerintah No.11 Tahun 2017 Tentang Manajemen PNS dan Pelanggaran Penyusunan Kelembagaan Perangkat Daerah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.
Terkait pelanggaran implementasi merit sistem dan Pelanggaran penataan Kelembagaan Perangkat Daerah, Mendagri dengan tegas meminta kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk melakukan langkah langkah sbb ;
- Sesuai pasal 10 dan Pasal 36 Peraturan Pemerintah No.12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Gubernur wajib melakukan Pembinaan dan Pengawasan terhadap pelanggaran Penyelenggaraan Pemerintahan yang terjadi di Kabupaten Jember.
- Sesuai pasal 153 ayat 1 huruf (b) UU No.23 Tahun 2014, menegaskan bahwa DPRD Kabupaten/Kota berfungsi untuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan Peraturan Perundang-undangan terkait dengan Penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten.
- Sesuai dengan pasal 67 huruf (b) UU No.23 Tahun 2014, BUPATI wajib mentaati seluruh ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
- Merujuk beberapa ketentuan tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan DPRD Kabupaten Jember harus melaksanakan tindak lanjut pembinaan dan pengawasan secara tegas terkait pelanggaran terhadap implementasi merit sistem dan Pelanggaran terhadap penataan Kelembagaan Perangkat Daerah sesuai dengan kapasitas dan kewenangan masing-masing.
Satu lagi pelanggaran yang disebutkan dalam Surat Mendagri tersebut adalah pelanggaran terhadap keterlambatan Penetapan APBD Tahun 2020 sebagaimana diatur dalam pasal 312 UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Terkait dengan pelanggaran ini, dalam surat Mendagri tersebut juga sudah dengan tegas menyebutkan bahwa Bupati Jember dan DPRD Jember telah melanggar ketentuan pasal 312 ayat (1) UU No23 Tahun 2014. Dan berikutnya, Mendagri mengharuskan Gubernur Jawa Timur untuk menerapkan sanksi kepada penyelenggara pemerintahan daerah di kabupaten Jember yang bertanggung jawab terhadap keterlambatan penetapan APBD 2020, yakni diberikan sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan selama 6 bulan.
Terhadap substansi isi surat tersebut, Direktur MP3, Drs.Farid Wajdi, salah satu aktivis senior di Jember berpendapat “Artinya, Pemakzulan oleh DPRD lewat HMP kemarin itu persis seperti yang diminta Mendagri. DPRD Jember menjalankan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap pelanggaran merit sistem oleh Faida dengan memecatnya secara politis. Tinggal menunggu apa bentuk sanksi yang ditetapkan Gubernur” ujarnya pada Xposfile Senin sore 27/7/2020.
Farid menambahkan, tentang sanksi terhadap keterlambatan penetapan APBD 2020, Mendagri tegas menyebutkan bahwa Bupati dan DPRD telah melanggar ketentuan pasal 312 ayat (1) UU No23 Tahun 2014, “ Yang melanggar memang disebutkan Bupati dan DPRD, tetapi disurat tersebut Mendagri meminta Pemerintah Provinsi untuk memberikan sanksi kepada penyelenggara pemerintahan daerah di Kabupaten Jember yang bertanggung jawab terhadap keterlambatan penetapan APBD 2020. Artinya, Sanksi tidak menerima gaji selam 6 bulan itu hanya akan berlaku kepada Bupati. Sebulan yang lalu, Tim Provinsi kan sudah punya kesimpulan tentang persoalan ini. Bupati yang salah.” sambung Farid.
Sebelumnya telah diberitakan juga oleh IndonesiaPos Kamis 25/6/2020. Tim Provinsi yang dipimpin Kepala Inspektorat Provinsi Jawa Timur Helmi Perdana Putra ini menyimpulkan bahwa Bupati Faida adalah pihak yang bersalah menghambat pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Jember 2020. Berdasarkan pertemuan antara tim khusus, Badan Anggaran DPRD Jember, dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah Jember, di kantor Badan Koordinator Wilayah V Jember, yang sedianya akan membahas APBD 2020 yang sempat terhenti sejak November 2019. Ternyata pembahasan tersebut dead lock.
Buntunya pembahasan tersebut karena TAPD tak berani memenuhi permintaan dari DPRD Jember. “DPRD Jember minta jaminan diperlakukan layaknya Dewan punya yang hak dan kewajiban saat pembahasan APBD . Jangan ditinggal-tinggal begitu saja. Ternyata Pak (Mirfano, Ketua TAPD Jember) yang diundang ke sini mewakili bupati tidak bisa memutuskan. Masih menunggu bupati terus,” kata Helmi.
Dalam rapat itu, tiga kali Helmi memberikan kesempatan kepada Sekda untuk menghubungi Bupati Faida dan bertanya soal permintaan Dewan ini. “Sampai terakhir tidak ada jawaban,” katanya. Seharusnya, TAPD bisa mengambil keputusan terkait permintaan DPRD Jember tersebut. “Karena dia regulasinya ke sini mewakili bupati,” katanya.
“Karena dia sudah diutus bupati ke sini, kewenangan dia mutlak. Terserah dia. Jangan-jangan dia sudah diberi mandat, tapi masih menunggu-nunggu. Tidak bisa. Dia seharusnya sudah bisa memutuskan. Bupati dalam konsep APBD sebenarnya terserah TAPD, karena dia dapurnya. Masakan apapun dikasihkan bupati. Itu yang normal seperti itu,” kata Helmi.
Kenapa TAPD tidak bisa mengambil keputusan? “Takut sama bupatinya,” kata Helmi.
“Dewan itu hanya minta jaminan bahwa ketika saat pembahasan APBD, hak-hak dia diberlakukan. (Permintaan itu) wajar. Itu wajib. Tapi dia (Ketua TAPD Mirfano) tidak bisa menjamin itu. Ini deadlock sudah. Bukan semi lagi,” kata Helmi.
“Sekarang kalau Dewan tidak minta (jaminan diperlakukan sesuai hak dan kewajibannya) itu, nanti pembahasannya sepihak lagi. Ditinggal lagi,” kata Helmi.
Dengan buntunya pertemuan ini, Helmi mengatakan, sudah tak ada pertemuan lagi. “Nanti kami tinggal melaporkan ke Mendagri, sanksi yang jalan,” katanya. Rencananya, Mendagri Tito Karnavian akan datang ke Surabaya dan bertemu Gubernur Khofifah besok.
Sanksi itu sudah ada di regulasi Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. “Sementara sesuai regulasi, yang cocok, dia (bupati) harus disekolahkan, dibina sekian bulan oleh Menteri. Ini sudah masuk kesalahan berat, karena setiap APBD terlambat. Itu hal mutlak salahnya,” kata Helmi. Namun keputusan tetap ada di tangan Mendagri.
Reporter : Kustiono Musri