Terburuk Dalam Sejarah Jember, Laporan Keuangan Era Faida “TIDAK WAJAR”

Posted on

Jember (xposfile.com) – Setelah tahun 2018 mendapat predikat WDP (Wajar Dengan Pengecualian) dan tahun 2019 mendapatkan predikat Disclaimer (Tidak Berpendapat), kali ini semakin buruk, Pemerintah Kabupaten Jember kembali tak bisa beranjak dari penilaian buruk atas laporan penggunaan keuangan Pemerintah Daerah tahun 2020 dari Badan Pemeriksa Keuangan RI.

Usai acara penyerahan LHP BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Jember tahun 2020, didepan sejumlah awak media yang mewawancarainya, Bupati Hendy Siswanto menanggapi diperolehnya predikat pengelolaan keuangan yang terburuk dalam sejarah Pemerintah Kabupaten Jember.

Opini Tidak Wajar dari BPK tersebut, artinya tidak baik. Dari kemarin Disclaimer, kemudian tidak wajar. Itu artinya sama-sama tidak baik. Ini akan menjadi pemicu bagi kami kedepan, untuk tahun 2021 di kepemimpinan kami dengan Gus Firjaun bisa lebih baik” ujarnya pada Senin, 31 Mei 2021.

Untuk diketahui, pasangan Bupati Hendy Siswanto dan Wakil Bupati Gus Firjaun ini baru memimpin Jember pada 27 Februari 2021, sedang predikat terburuk dari BPK tersebut atas laporan keuangan di akhir era Bupati Faida.

“Kami punya waktu selama 60 hari untuk segera menjawab hasil pemeriksaan ini. Mudah-mudahan ini bisa terjawab dengan baik oleh seluruh teman-teman Pemkab yang bertanggung jawab terhadap laporan tersebut” ujarnya.

Menurutnya, predikat Tidak Wajar tersebut pastinya merugikan rakyat Jember secara umum, “Masyarakat Jember jangan sampai dirugikan karena cara pengelolaan birokrasi yang tidak baik” tegasnya.

Hendy kemudian menegaskan, berikutnya ia akan melakukan berbagai upaya perbaikan secara menyeluruh.

“Kami dengan teman-teman Pemkab, kedepan akan melakukan perbaikan secara menyeluruh dan cepat dengan memanfaatkan bantuan komunikasi audit dari BPK di tahun anggaran berjalan” pungkasnya.

Sementara ditempat yang sama, Ketua DPRD Jember Itqon Syauqi berpendapat ;

Ini kabar buruk bagi Kabupaten Jember, dan DPRD berharap, Ini opini buruk yang terakhir. Kedepan Jember harus mendapat predikat WTP” tegasnya.

Itqon mengaku prihatin dengan predikat yang disandang Kabupaten Jember dalam dua tahun terakhir. Pasalnya, setelah sebelumnya di tahun 2019 mendapatkan predikat Disclaimer, berikutnya tahun 2020 Jember justru mendapatkan predikat Opini Tidak Wajar. Sebuah predikat/opini terburuk dari 4 predikat yang diberikan oleh BPK, mulai WTP, WDP, Disclaimer, dan terakhir Tidak Wajar. Sebuah Predikat yang lebih buruk dibanding disclaimer.

Untuk itu, Itqon berharap kedepan Jember wajib mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Karena kalau tidak WTP, lanjut Itqon, maka masyarakat Jember yang akan jadi korban. 

“Contoh konkritnya, ketika opininya tidak WTP, maka DID (Dana Insentif Daerah) tidak bisa didapatkan Jember, padahal dananya puluhan milyar yang seharusnya bisa digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Jember” ujarnya.

“Karena itu saya mohon pada Bupati, segera selesaikan yang 2020 ini” sambungnya.

Agar laporan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Jember 2021 nantinya bisa mendapatkan opini WTP, lanjut Itqon, sebagai legislatif dirinya mengaku akan melakukan pengawasan sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya.

“Saya berharap 2021 harus WTP. Apapun caranya. Saya dengan Bupati siap untuk bekerja keras mewujudkan cita-cita ini” pungkasnya.

RILIS RESMI BPK ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMKAB JEMBER TAHUN 2020

Berikut adalah rilis resmi dari BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Jember TA 2020 ;

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan BPK atas LKPD Kabupaten Jember TA 2020, BPK memberikan opini Tidak Wajar (TW). Adapun hal-hal yang bersifat material sehingga menyebabkan LKPD Kabupaten Jember tidak disajikan secara wajar, yaitu:

  1. Tidak ada pengesahan DPRD atas APBD Tahun Anggaran 2020.
  2. Jumlah penyajian Belanja Pegawai sebesar Rp1.302,44 miliar serta Belanja Barang dan Jasa sebesar Rp937,97 miliar tidak sesuai dengan penjabaran APBD dan merupakan hasil pemetaan (mapping) yang dilakukan untuk menyesuaikan dengan penyajian beban pada Laporan Operasional. Akibatnya, Belanja Pegawai disajikan lebih rendah sedangkan Belanja Barang dan Jasa disajikan lebih tinggi, masing-masing sebesar Rp202,78 miliar.
  3. Terdapat realisasi pembayaran senilai Rp68,80 miliar dari angka Rp1.302,44 miliar yang disajikan dalam Belanja Pegawai, yang tidak menggambarkan substansi Belanja Pegawai sebagaimana diatur dalam Standar Akuntansi Pemerintahan. Realisasi tersebut merupakan pembayaran yang terjadi karena kesalahan penganggaran dan realisasi Belanja Pegawai yang tidak sesuai dengan ketentuan.
  4. Dari jumlah Rp126,08 miliar yang disajikan sebagai Kas di Bendahara Pengeluaran per 31 Desember 2020, di antaranya terdapat sebesar Rp107,09 miliar yang tidak berbentuk uang tunai dan/atau saldo simpanan di bank sesuai ketentuan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan dan berpotensi tidak dapat dipertanggungjawabkan.
  5. Terdapat Utang Jangka Pendek Lainnya sebesar Rp31,57 miliar dari jumlah sebesar Rp111,94 miliar yang tidak didukung dokumen sumber yang memadai.
  6. Tim Manajemen Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Penyelenggaraan Pendidikan Gratis (PPG) tidak melakukan rekapitulasi realisasi belanja sebesar Rp66,59 miliar atas mutasi persediaan dan saldo akhir persediaan yang bersumber dari Belanja Barang dan Jasa yang berasal dari dana BOS dan PPG. Atas realisasi belanja tersebut, tidak diperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat untuk dapat menentukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap nilai Beban Persediaan.
  7. Pada penyajian nilai perolehan Akumulasi Penyusutan dan Beban Penyusutan atas Aset Tetap – Jalan, Irigasi,dan Jaringan masing-masing sebesar Rp3.470,53 miliar, Rp2.007,36 miliar, dan Rp141,46 miliar, terdapat Aset Tetap – Jalan, Irigasi, dan Jaringan berupa rehabilitasi, renovasi, dan/atau pemeliharaan yang belum dan/atau tidak diatribusikan secara tepat ke aset induknya sehingga mempengaruhi akurasi perhitungan Beban dan Akumulasi Penyusutan. Apabila Pemerintah Kabupaten Jember melakukan atribusi aset berupa rehabilitasi, renovasi, dan/atau pemeliharaan tersebut ke aset induknya secara tepat, maka penyajian nilai Akumulasi Penyusutan dan Beban Penyusutan akan berbeda secara signifikan.

Sebelum LHP atas LKPD Tahun Anggaran 2020 diserahkan, BPK telah meminta tanggapan kepada Pemerintah Kabupaten Jember atas Konsep Hasil Pemeriksaan BPK, termasuk rencana aksi yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Jember. Dengan demikian, rekomendasi BPK atas beberapa permasalahan yang ditemukan dalam pemeriksaan diharapkan dapat ditindaklanjuti dengan baik oleh Pemerintah Kabupaten Jember sehingga tata kelola keuangannya menjadi lebih transparan dan akuntabel.

“BPK berharap LKPD yang telah diperiksa oleh BPK (LKPD audited), dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan oleh DPRD dan Pemerintah Kabupaten Jember, terutama terkait dengan penganggaran,” kata Kepala Perwakilan BPK Jawa Timur.

Pemerintah Kabupaten Jember juga diminta tetap serius menindaklanjuti rekomendasi yang disampaikan BPK dalam LHP. Pasal 20 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara mengamanatkan pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi LHP. Pejabat juga wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah LHP diterima.

Selengkapnya baca tautan berikut ;

https://jatim.bpk.go.id/siaran-pers/bpk-memberikan-opini-tidak-wajar-atas-laporan-keuangan-pemerintah-daerah-kabupaten-jember-tahun-anggaran-2020/

Untuk mengetahui seberapa buruk predikat yang diperoleh Pemkab Jember kali ini, silahkan baca ulasan tentang Tingkatan Opini BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah seperti tautan berikut ;

https://kepri.bpk.go.id/tingkatan-opini-bpk-atas-laporan-keuangan-pemerintah-daerah/

Pewarta : Kustiono Musri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.