Faida Terancam Sanksi Diskualifikasi Sebagai Calon
Dalam Surat Sekda Kabupaten Jember Ir.Mirfano kepada Sekjen Depdagri yang bocor di kalangan wartawan dan aktivis sepekan terakhir, terungkap tentang adanya mutasi ASN yang diduga telah dilakukan oleh Bupati Faida setelah tanggal 8/1/2020, tanggal yang seharusnya menjadi akhir dari kewenangan Bupati memutasi pejabat ASN, khusus bagi Bupati yang akan mencalonkan diri untuk periode keduanya.
Ada tiga pejabat ASN yang diduga dimutasi setelah tanggal 8/1/2020 oleh Bupati Faida yang dicantumkan dalam surat Sekda tersebut. Yakni Agoes Noer Abadi, Ana Fitria dan Choerul Hermanto. Ketiganya Terhitung Mulai Tanggal (TMT) 3 Februari 2020 menempati jabatan barunya.
Agoes Noer Abadi, yang diketahui sebelumnya di Dinas Koperasi dan dimutasi menjadi Sekcam Pakusari dan kemudian TMT 3 Februati 2020 menjadi Sekcam Mayang tidak bersedia berkomentar ketika dihubungi IndonesiaPos melalui telponnya Senin pagi 13 Juli 2020.
Setali tiga uang, Sekda Mirfano, Ana Fitria dan Choerul Hermanto juga tidak bersedia berkomentar satu kalimatpun.
Seperti diketahui, sebelum terjadinya penundaan tahapan Pilkada karena adanya pandemi Covid-19, jadwal penetapan calon Bupati adalah tanggal 8 Juli 2020, maka larangan mutasi tersebut terhitung sejak 8 Januari 2020.
Sesuai UU Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 71 Ayat 2 yang mengatur dengan tegas, Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri.
Sanksi bagi kepala daerah petahana yang melanggar ketentuan mutasi pejabat berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota atau biasa disebut UU Pilkada. Sesuai Pasal 71 Ayat 5, bila melanggar bisa mendapatkan pembatalan atau diskualifikasi sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota. Selain itu, ada pula ancaman pidana penjara paling lama enam bulan dan denda paling banyak Rp6 juta berdasarkan Pasal 190.
Terhadap UU Pilkada tersebut, Bawaslu juga telah menerbitkan Surat Edaran Nomor SS 2012/K.Bawaslu/ PM.00.00/12/2019 tentang Instruksi Pengawasan Tahapan Pencalonan Pemilihan Tahun 2020 Kepada Bawaslu Daerah yang Melaksanakan Pilkada.
Dikutip dari Web Bawaslu : https://www.bawaslu.go.id/id/berita/mulai-hari-ini-kepala-daerah-yang-mutasi-pejabat-bakal-kena-sanksi#:~:text=Jakarta%2C%20Badan%20Pengawas%20Pemilihan%20Umum,terancam%20sanksi%20administrasi%20dan%20pidana.
Menurutnya, hal tersebut agar Bawaslu daerah melakukan upaya-upaya sosialisasi dan pencegahan politisasi ASN jelang Pilkada Serentak 2020. Abhan melihat, ASN menjadi instrumen yang sangat rentan dipolitisasi untuk kepentingan petahana yang menjadi peserta pilkada.
Salah satu aspek yang disorotinya adalah tentang mutasi jabatan ASN yang sering dilakukan oleh kepala daerah. “UU tersebut mengatakan bahwa ASN itu harus netral. Selain itu juga agar petahana ini tidak melakukan politisasi birokrasi sebagai calon petahana karena bisa ada potensi kalau nanti mutasi hanya berdasarkan suka atau tidak suka ASN itu sendiri akan jadi korbannya,” ujar Abhan.
Senada diungkapkan Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin. Dia menyatakan, ASN dalam struktur pemerintahan merupakan instrumen pelayanan yang memberikan pelayanan kepada masyarakat dan dikontrol langsung oleh pemerintah maupun pemerintah daerah. “Karena dikontrol langsung oleh pemerintah daerah, maka ASN sangat rentan untuk dipolitisasi oleh petahana peserta pilkada,” tuturnya.
“Maka dalam rangka menciptakan kesetaraan dan keadilan dalam kontestasi pemilu dan pilkada perlu adanya larangan mutasi bagi ASN untuk menjaga suasana kerja dalam pemerintahan,” tambah Afif.
Dengan adanya UU Pilkada tersebut, Abhan lalu mengingatkan para kepala daerah mematuhi aturan dengan tidak melakukan mutasi pejabat tanpa seizin menteri dalam negeri. Hal ini diharapkan dapat menciptakan suasana yang kondusif dalam menyambut Pilkada Serentak 2020 yang berlangsung di 270 daerah pada 23 September mendatang.
Abhan pun menginstruksikan Bawaslu daerah yang melaksanakan pilkada untuk melakukan upaya-upaya pencegahan sekaligus menjaga integritas dan profesionalitas dalam melakukan tugas-tugas pengawasan Pilkada Serentak 2020.
Selain itu, dia mengamanatkan melalui surat edaran tersebut bagi Bawaslu daerah untuk membuat layanan pengaduan terhadap laporan adanya penggantian atau pencopotan jabatan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya, dianjurkan Bawaslu daerah melakukan sosialisasi melalui sarana media sosial atas pembukaan posko layanan tersebut.
“Harapannya proses tahapan ini bisa berjalan dengan baik. Kemudian peserta pilkada ini baik yang diusung oleh parpol maupun yang melalui calon perseorangan untuk taat pada aturan yang ada, sehingga bisa berjalan dengan luber dan jurdil. Kita berharap pilkada ini dapat terpilih kepala daerah yang amanah dan bisa membawa kemajuan dan kesejahteraan di daerahnya masing-masing,” tuntas Abhan. (Kus)